TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Konstitusi menyarankan agar judicial riview atau uji materi Undang-Undang Penodaan Agama tidak diajukan oleh pribadi.
Hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna menyarankan agar pemohon uji materi tersebut diganti menjadi Ahmadiyah. Pendapat tersebut disampaikan Palguna saat sidang pendahuluan uji materi UU Penodaan Agama.
"Kalau semua warga Ahmadiyah, menurut Saudara, mana lebih bagus kalau perorangan Warga Negara Indonesia atau Ahmadiyah sendiri kan, ada pengurusnya, kan?" kata Palguna saat persidangan sebagaimana dikutip Tribun, Jakarta, Jumat (25/8/2017).
Mengenai pendapat hakim, kuasa hukum pemohon mengatakan uji materi tersebut sebenarnya bukan mengarah sebagai organisasi, tapi penderitaan dari orang per orang.
Palguna kemudian mengatakan saran tersebut agar para pemohon tidak terlalu 'ribet' untuk menguraikan terkait kerugian hak konstitusional. Apalagi, kata Palguna, semua pemohon uji materi tersebut kebetulan semuanya adalah penganut Ahmadiyah.
Palguna mengingatkan sesuai dengan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, maka di dalam keterangan tentang legal standing itu, maka pemohon harus menguraikan secara jelas mengapa norma yang dimohonkan dianggap merugikan hak konstitusional pemohon.
"Saya ingin menekankan satu hal bahwa kerugian hak konstitusional itu penting untuk diuraikan secara jelas karena itu adalah pintu masuk untuk ke Permohonan. Sebab kalau tidak, tidak jelas, ya, tentu Permohonan jadi kabur, orang tidak punya legal standing," kata Palguna.
Sekadar informasi, sebanyak 25 orang penganut Ahmadiyah mengajukan uji materi mengenai aturan pelarangan penyimpangan agama yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan, Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.