TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana menggunakan pasal 'obstruction of justice' atau perbuatan yang menghalang-halangi proses penegakan hukum terhadap anggota Panitia Khusus Hak Angket KPK.
Menurut Ketua KPK, Agus Rahardjo, upaya itu diambil karena tindakan yang dilakukan Pansus Angket KPK selama ini dianggap menghambat penegakan hukum yang tengah dilakukan pihaknya, terutama dalam kasus korupsi e-KTP.
"Kami sedang mempertimbangkan, misalnya kalau begini terus (pasal) obstruction of justice bisa saja kami terapkan karena kami sedang menangnai kasus besar yang terus dihambat," tegas Agus, Kamis (31/8/2017) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Baca: Kejaksaan Tetapkan Dua Pejabat Kemenag Tersangka Kasus Rapat Fiktif
Agus menegaskan gerakan antikorupsi tidak boleh berhenti.
Dia juga berharap masyarakat terus mendukung dan mengawal KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Mudah-mudahan, kalau rakyat mendukung juga kami bisa optimal melakukan kerja pemberantasan korupsi," tambah Agus.
Diketahui, Pasal yang mengatur obstruction of justice tertuang dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca: Hari Raya Idul Adha, Transjakarta Mulai Beroperasi Pukul 09.00 WIB
Adapun bunyi Pasal 21 itu yakni, "Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).