TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berbagai cara dilakukan partai politik lama yang memiliki wakil di DPR.
Terbaru, Komisi II DPR saat rapat dengan KPU dan Bawaslu pekan lalu menginginkan KPU menggunakan sistem sensus terhadap verifikasi anggota partai politik calon peserta pemilu.
Sikap DPR ini dinilai sebagai upaya untuk mempersulit partai baru untuk ikut pemilu 2019.
"Aturan itu tampaknya dibuat untuk persulit partai baru muncul di Pemilu," kata pengamat politik Ray Rangkuti ketika dikonfirmasi, Kamis (31/8/2017).
Menurut Ray, sistem sensus bagus diterapkan karena pelaksanaannya bisa akurat.
Namun demikian, Ray mengatakan agar adil maka sistem verifikasi model ini diberlakukan kepada seluruh partai politik tidak hanya partai baru.
"Padahal pemilu sebelumnya kan semua partai diverifikasi. Harusnya pemilu nanti semua partai diverifikasi. Jangan dibeda-bedakan," ujar Ray.
UU Pemilu yang baru disahkan DPR itu kini tengah diuji di Mahkamah Konstitusi (MK).
Sejumlah kalangan menggugat UU itu ke MK karena dinilai merugikan partai baru.
"Kalau misalnya MK judicial review, maka partai lama yang ada diparlemen sekarang juga akan ikut verifikasi KPU. Kalau putusan MK begitu nanti apa mereka setuju dengan keputusannya sendiri untuk diverifikasi?" ujar Ray.
Dia mengatakan verifikasi partai menggunakan sistem sensus butuh waktu, tenaga dan dana besar.
"Saat ini KPU sibuk di Pilkada apa bisa fokus verifikasi parpol dengan sistem sensus ini," ujar Ray.
Sebelumnya diberitakan bahwa Komisi II DPR menggelar rapat dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama Badan Pengawas Pemilu dan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri membahas konsultasi Peraturan KPU terkait verifikasi partai politik pemilu 2019 di kompleks parlemen, Senayan, Kamis (24/8).
Dalam kesempatan itu, Komisi II DPR meminta kepada KPU di dalam PKPU untuk menggunakan sistem sensus terhadap verifikasi anggota partai calon peserta pemilu.
Padahal, pada Pemilu 2009 dan 2014 sistem yang digunakan untuk verifikasi faktual adalah sistem sampling, di mana akan diverifikasi 10 persen dari jumlah anggota yang disetorkan.
Sekretaris Jenderal PSI, Raja Juli Antoni di Jakarta, Rabu (30/8/2017) mengatakan hal itu menimbulkan kecurigaan, seperti ada motif untuk menghalangi dan ketakutan terhadap kehadiran partai baru seperti PSI.
Toni menegaskan, salah satu alasan Komisi II DPR di dalam UU Pemilu yang menyebutkan dasar parpol lama tidak diverifikasi adalah karena persyaratan sama dengan Pemilu 2014.
“Nah, sementara mereka meminta KPU untuk memperlakukan perbedaan tata cara verifikasi calon peserta pemilu 2019 dengan apa yang mereka lakukan di Pemilu 2014” kata Toni.
Jika permohonan Komisi II DPR ini dikabulkan, lanjut Toni, KPU dalam PKPU mestinya berlaku untuk semua parpol, baik yang baru atau papol lama yang telah lolos 2014 harus diverifikasi ulang anggotanya dengan sistem yang sama, yaitu sensus.
“Apa pun persyaratan KPU tentang model verifikasi politik PSI siap menghadapinya. Tapi, kami juga menuntut konsistensi DPR dan KPU soal verifikasi parpol ini” tegas Toni.