Laporan wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wali Kota Tegal Siti Masitha Sorparno bersama tangan kanannya Amir Mirza Hutagalung sudah mengumpulkan modal untuk Pilkada Kota Tegal 2018.
Rencananya Bunda Sitha dan Amir Mirza akan berpasangan dalam Pilkada mendatang.
Selama delapan bulan ini, keduanya sudah aktif menggalang uang untuk modal mereka berkompetisi dalam Pilkada Kota Tegal.
Sudah Rp 5,1 miliar uang terkumpul selama delapan bulan.
Baca: Wali Kota Tegal Dalam 8 Bulan Kantongi Uang Suap Rp 5,1 Miliar Untuk Modal Pilkada 2018
Ketua KPK, Agus Rahardjo mengatakan uang itu didapatkan keduanya dari suap pengelolaan dana jasa kesehatan di RSUD Kardinah.
Kemudian fee proyek pengadaan barang jasa Pemerintahan Tegal, dan setoran dari para Kepala Dinas.
"Selama Januari-Agustus 2017, total keduanya mendapatkan Rp 5,1 miliar termasuk dari pemberian diduga dari setoran bulanan kepala dinas, fee proyek, dan suap pengelolaan dana jasa kesehatan di RSUD Kardinah," kata Agus, Rabu (30/8/2017) malam di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Lebih lanjut, Wakil Ketua KPK Basaria Penjaitan menuturkan uang miliaran rupiah itu diduga hendak digunakan Bunda Shita dan Amir Mirza untuk membiayai pencalonan keduanya di Pilkada 2018 mendatang.
Baca: KPK Sebut Suap Terhadap Wali Kota Tegal Untuk Modal Pilkada 2018
"Uang itu ntuk pilkada berikutnya, menurut info SMS akan berpasangan dengan AMH," kata Basaria.
Diketahui Amir Mirza yang merupakan Ketua DPD Partai Nasdem Brebes dan merupakan tim sukses pasangan Siti Mashita-Nursholeh dalam Pilkada Tegal 2013-2018 yang diusung Partai Golkar, NasDem dan sejumlah partai lain.
Amir Mirza disebut bakal mendampingi Siti Mashita dalam Pilkada Tegal 2018 mendatang.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Siti Mashita dan Amir Mirza sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Cahyo sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pas 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Setelah diperiksa dan ditetapkan sebagai tersangka, ketiganya langsung ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi selama 20 hari kedepan di tempat yang berbeda.
Siti Mashita ditahan di Rumah Tahanan KPK (gedung lama KPK), Amir di Polres Jakarta Pusat dan Cahyo di Rutan Pomdam Jaya, Guntur, Jakarta Selatan.
Selain ketiga orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka, dalam OTT terdapat lima orang lainnya yang juga turut ditangkap KPK, yakni Agus Jaya, Imam Permana, Umi Hayatun, Imam Mahradi, dan Akhbari Chintya Berlian.
Namun, kelima orang tersebut dibebaskan Komisi Pemberantasan Korupsi dan masuh berstatus saksi.