News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pembelian Heli VVIP

Presiden Jokowi Diminta Turun Tangan Selesaikan Kisruh Pengadaan Heli AW101

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Helikopter AgustaWestland AW101 TNI AU

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Joko Widodo diminta ambil sikap terkait kisruh pengadaan Helikopter AgustaWestland 101 yang menjerat sejumlah anggota TNI sebagai tersangka oleh Puspom TNI.

Jika dibiarkan berlarut, dikhawatirkan bisa mengganggu pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI kedepannya.

Urbanisasi, kuasa hukum Marsekal Muda TNI Suprianto Basuki, salah satu perwira tinggi yang dijadikan tersangka, meminta Presiden Jokowi untuk mengatasi krisis Heli AW101 ini.

Menurutnya, pengadaan persenjataan bukan kepentingan TNI Angkatan Udara tapi untuk kepentingan negara.

"Kalau dibiarkan justru akan berpotensi kepada pengadaan alutsista kedepan, yang notaben membuat pertanyaan bagi para vendor atau pabrikan dalam hal ini untuk memberikan kepada kita ‎alat-alat pertahanan yang canggih seperti itu. Kalau dibuat seperti ini kan berpotensi merugikan negara kita sendiri," kata Urbanisasi kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (2/9/2017).

Dirinyap menjelaskan, proses pengadaan Heli AW101 ini juga sudah sesuai dengan yang menjadi aturan yakni mulai dari kesepakatan DPR dengan eksekutif. Menurut dia, eksekutif yang bertindak dalam hal ini adalah pemerintah.

"Nah, pemerintah siapa dalam hal ini? Ya presiden.‎ Ketika terjadi kesepakatan antara rakyat dengan presiden, berarti ini klop sehingga APBN turun. Kalau dikatakan APBN tidak diketahui, wah pertanyaan besar. Ini bukan uang kecil loh. Jadi sebelum kita jauh berbicara, presiden ayo turun tangan panggil para pihak ini," katanya.

Tak cuma itu, Presiden Jokowi juga harus memanggil Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan mantan KSAU TNI Marsekal (Purn) Agus Supriatna untuk berdialog soal dasar kasus sebenarnya.

"Jangan kemudian kami bawa itu ke ranah hukum yang notabennya terjadi kerugian besar. Kita sudah mengirim surat perlindungan hukum dan untuk menjelaskan kronologi kasus ini kepada Presiden bulan Agustus sekira dua minggu lalu, tapi belum direspon," katanya.

Ia mengatakan kerugian besar pertama itu kerugian terhadap pembodohan rakyat, tentu ini menjadi pertanyaan apakah kisruh harus dibiarkan terus. Kedua, sebenarnya terjadi fitnah kepada presiden dimana katanya presiden mengatakan terjadi kerugian Rp 220 miliar.

"Ini katanya bisikan dari presiden. Menurut hemat saya, ‎tidak mungkin presiden mengungkapkan hal tersebut. Kenapa? Presiden tahu betul bahwa tidak bisa menyebutkan sebuah kerugian negara kalau bukan hasil daripada audit BPK (Badan Pemeriksa keuangan)," katanya.

Urbanisasi berharap dengan dipanggilnya ketiga pihak itu supaya terjadi harmonisasi kembali dan tidak lagi mendiskreditkan TNI Angkatan Udara yang sedang bertumbuhkembang, sehingga dapat berdampak kepada para prajurit yang dibawah.

Baca: Tragedi Rohingya; Orang-orang Berteriak Bakar, Bakar, Bakar

Dirinya hanya menuesalhak, pengadaan alat-alat senjata canggih seperti ini berujung keributan, yang padahal tanpa disadari hal itu membuka yang disebut Undang-undang Kerahasiaan Negara. Sebab, mau tidak mau kalau dibawa ke persidangan tentu yang bersifat rahasia negara pasti akan terungkap pula.

"Apakah kita izinkan hal seperti ini dan itu akan diintip oleh negara-negara tetangga kita. Jadi menurut saya, mari kita pertimbangkan secara objektif dan mengimbau Bapak Presiden supaya betul-betul memperhatikan kondisi ini. Mari jangan izinkan ‎TNI ini jadi korban, khususnya TNI AU," katanya.

‎Sementara mantan Asrena KSAU, Marsekal Muda TNI Suprianto Basuki mengatakan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo pernah mengirimkan surat pembatalan kontrak kepada TNI AU. Padahal menurut dia, Panglima TNI kapasitasnya sejajar dengan Kepala Staff Angkatan Udara (KSAU) sebagai kuasa pengguna anggaran.

"Harusnya surat itu dilayangkan untuk Menhan sebagai pengguna anggaran," kata Marsekal Uda Suprianto.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini