News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi KTP Elektronik

Arif Wibowo Dicecar Soal Pergantian Ketua Komisi II DPR Saat Proyek e-KTP

Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Komisi II DPR Arif Wibowo berada di ruang tunggu sebelum menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (5/7/2017). Arif Wibowo diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP (KTP Elektronik) dengan tersangka Andi Agustinus alias Andi Narogong. TRIBUNNEWS/HERUDIN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR dari Fraksi PDIP Arif Wibowo, Selasa (5/9/2017) telah rampung menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka Ketua DPR Setya Novanto di kasus korupsi e-KTP.

Ditemui usai pemeriksaan Arif mengaku dicecar pertanyaan oleh penyidik seputar pergantian ketua Komisi II DPR saat proyek pengadaan e-KTP berjalan.

Pada penyidik, Arif menjelaskan pergantian Ketua Komisi II sepenuhnya adalah kewenangan Fraksi Golkar.

"Ditanya soal pergantian ketua Komisi II, itu kewenangannya Golkar. Mekanismenya apa, yah saya jawab mekanisme di internalnya Golkar," ucap Arif di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.

Diketahui saat pembahasan dan pelaksanaan proyek senilai Rp5,9 triliun itu bergulir, sedikitnya terjadi tiga kali pergantian pada posisi Ketua Komisi II DPR. Posisi itu memang dipegang oleh anggota dewan dari Fraksi Golkar.

Ketua Komisi II DPR periode 2009-2014 yang berasal dari Golkar di antaranya ialah Burhanuddin Napitupulu, kemudian ke Chairuman Harahap dan terakhir Agun Gunandjar Sudarsa. Sementara itu, Setya Novanto menjabat sebagai Ketua Fraksi Golkar.

Baca: Politikus PKS: Tak Perlu Umbar Ancaman, KPK Hendaknya Tetap Low Profile

Selain ditanya terkait rotasi Ketua Komisi II DPR, Arif juga mengaku ditanya soal pembahasan hingga pelaksanaan proyek e-KTP termasuk penggunaan teknologi dalam kartu berbasis elektronik tersebut.

Arif menjelaskan e-KTP merupakan perintah Undang-Undang Nomor 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan.

Namun, Arif tidak menyebut apakah ada kejanggalan dalam proses pembahasan proyek yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun itu.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini