TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusulkan kepada Kementerian Keuangan dan DPD untuk mengalokasikan anggaran bagi inspektorat untuk mengawasi dana desa.
Selama ini inspektorat kekurangan anggaran untuk melakukan pengawasan.
"Sekarang kan kurang bahkan enggak ada jadi inspektorat enggak bisa ngawasin juga," ujar Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan usai rapat bersama DPD, Kejaksaan, dan Kepolisian di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, (5/9/2017).
Baca: Ini Jawaban Buwas Ditanya Soal Senjata Api yang Tewaskan Pegawai BNN Cantik
Dana tersebut menurut Pahala untuk operasional inspektorat dalam melakukan pengawasan dana desa.
Selain itu anggaran pengawasan juga bisa diberikan ke Babinkamtibmas, atau kepada staf perdata di Kejaksaan Negeri untuk membantu Kepala Desa dalam mengelola dana desa agar tidak menyimpang.
"Jadi sekarang yang perlu dibantu kepala desa bukan ditakut takutin. Artinya, anda datang ke kades bantu ada masalah bilang ini administratif atau pidana bagaimana betulinnya," katanya.
Sekarang ini, menurut Pahala, pengawasan kurang efektif karena beban kerja inspektorat yang begitu tinggi.
Baca: Rencana Aksi Bela Rohingya, Polres Demak Akan Cegah Massa ke Candi Borobudur
Terdapat 31 tugas inspektorat diluar mengawasi dana desa.
Selain itu juga menurutnya jumlah inspektorat dan jumlah desa tidak sebanding.
Dalam enam bulan pertama tahun ini menurut pahala terdaat 459 laporan mengenai dana desa, mulai dari pemerasan, anggaran fiktif dan lainnya.
Pada periode yang sama di tahun lalu terdapat 300 laporan.
"Meriksa dana desa itu mahal, satu kabupaten itu paling sedikit 100 desa kalau orangnya cuma 20 ditambah itu sudah tugasnya 31 tugas lain, misalnya tugasnya mereview APBD, mereview laporan keuangan kabupaten, penguatan sistem, tambah lagi periksa dana desa," katanya.
Dana pengawasan tersebut diusulkan bersumber dari APBD bukan dari dana desa.
Meskipun demikian Pahala mengaku belum tahu berapa besaran dana pengawasan tersebut.