News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

KPK Jawab Pertanyaan Komisi III DPR Soal Proses Penyadapan

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Ferdinand Waskita
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo (kiri) bersama Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (tengah) dan Alexander Marwata (kanan) mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (11/9/2017). Rapat kerja Komisi III dengan KPK tersebut membahas sistem pengawasan terhadap pengelolaan dan manajemen aset hasil tindak pidana korupsi di lembaga tersebut. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempertanyakan mekanisme proses penyadapan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melakukan penyidikan dan penyelidikan.

Pertanyaan tersebut dilontarkan Ketua Rapat Dengar Pendapat (RDP), Benny K Harman kepada para pimpiman KPK di ruang rapat Kerja Komisi III DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (12/9/2017).

"Bagaimana kewenangan dan proses penyadapan KPK selama ini?" tanya Benny K Harman kepada pimpinan KPK.

Baca: Dituding Cuma Amankan Recehan Dalam OTT, Ini Jawaban KPK

Ketua KPK, Agus Raharjo mempersilahkan Deputi bidang Informasi dan Data KPK, Hary Budiarto untuk memaparkan proses penyadapan di KPK.

Menurut Hary, ada tiga kedeputian di KPK yang terlibat dalam tindakan penyadapan yang dilakukan yaitu Deputi Penindakan, Deputi Informasi dan Data (Inda), dan Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat (PIPM).

"Kegiatan penyadapan ini dilakukan tiga kedeputian, Penindakan sebagai user yang mengirim nomor dan menerima hasilnya nanti, Inda yang melakukan penyadapan, kemudian PIPM yang melakukan audit. Jadi meskipun Kominfo tidak melakukan audit, kita melakukan audit setiap tiga bulan sekali," jawab Hary.

Baca: Polisi Masih Dalami Keterkaitan Penghina Istri Jokowi dengan HTI

Selain itu, Hary juga menegaskan bila Deputi Inda tidak akan melakukan penyadapan apabila penyidik tidak memberikan surat perintah penyadapan (sprindap) yang telah ditandatangani lima pimpinan KPK.

Ia juga menjelaskan bahwa dalam proses penyadapan, mesin hanya bisa menyadap satu nomor dalam durasi waktu 30 hari saja.

Apabila sudah berjalan selama 30 hari, mesin secara otomatis akan berhenti dengan sendirinya.

"Ada keterbatasan dari mesin, kita batasi 30 hari. Ketika 30 hari itu sudah terlampaui mesin otomatis akan cancel, nomor lain masuk, jadi seperti antrian, dari situ kita buat summary-nya," jelas Hary.

Mendengar penjelasan tersebut, Ketua Komisi III DPR, Bambang Soesatyo (Bamsoet) berkomentar bahwa apabila selama ini prosesnya seperti itu membuat tenang.

Baca: Gerindra Jawa Barat Tarik Dukungan Deddy Mizwar-Ahmad Syaikhu di Pilkada 2018, Ini Pemicunya

"Kalau ini berjalan benar, tenang kita," kata Bamsoet.

Sementara itu, Benny juga sempat menanyakan soal pelaksanaan kewenangan KPK perihal penyadapan.

Terlebih usai ada putusan MK yang menginginkan pelaksanaan penyadapan diatur undang-undang.

Politikus Partai Demokrat itu mengatakan seharusnya setelah adanya putusan MK ada revisi UU KPK.

"Bagaimana kewenangan penyadapan dilakukan KPK saat ini? Apakaah ada SOP?" ujar dia.

"Kedua, apakah bisa penggunaan penyadapan bisa diatur hanya dengan SOP?" tambahnya

Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif pun menjawab tentang pertanyaan tersebut.

Dia mengatakan selama ini KPK melakukan penyadapan sesuai dengan undang-undang yang ada.

"Waktu itu ada judicial review dan judicial review itu mengatakan tidak menghilangkan kewenangan penyadapan, tapi menegaskan pada pemerintah dan DPR untuk membuat UU tentang penyadapan. Tapi saat ini belum ada UU itu sehingga KPK tetap berjalan," jawab Laode.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini