TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Deputi Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan menjelaskan, banyak contoh kepala daerah mencari dana dengan cara korupsi, demi memuluskan jalannya maju kembali di periode berikutnya.
Hal ini menjawab kasus Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno, yang ditangkap penyidik KPK atas dugaan menerima suap Rp 5,1 miliar.
Uang suap itu diduga untuk ongkos politik Siti yang berniat mencalonkan diri kembali menjadi Wali Kota Tegal untuk periode 2019-2024.
Menurutnya, kasus kepala daerah yang menjabat justru fokus mencari ongkos untuk modal.
Hal ini lantaran ongkos politik dalam pilkada perlu biaya besar, sehingga menyebabkan kepala daerah mencari jalan pintas.
"(Terima suap untuk pilkada) itu bukan spesifik Tegal, di mana-mana gitu. Ada keluhan biaya kontestasi mahal jadi semua orang menabung. Kalau incumbent mereka menabung dalam lewat APBD. Kalau yang baru mau maju cari sponsor. Jadi Tegal buat kita itu bukan spesifik, tapi gejala umum," kata Pahala kepada wartawan di Kantor PPP, Tebet Barat IX, Jakarta, Jumat (15/9/2017).
Pahala menjelaskan, pihaknya tengah fokus menggodok langkah-langkah mencegah kepala daerah mencari uang untuk ongkos pilkada.
Salah satu caranya, berupaya menghilangkan tekanan yang diemban oleh kepala daerah sehingga tak terlalu menggebu-gebu mengumpulkan ongkos sebagai modal kembali maju pilkada.
Baca: KPK Umumkan Hasil Pemeriksaan Aris Budiman Dua Pekan Lagi
"Sampai sekarang kami lagi cari pencegahan untuk ini, seperti apa nih supaya tekanan terhadap calon atau kandidat bisa berkurang dalam artian tekanan untuk mengumpulkan dana sebanyak-banyaknya," katanya.
Dikatakan Pahala, kepala daerah atau orang yang berniat maju dalam pilkada tak masalah untuk mencari uang sebanyak-banyaknya.
Asalkan, uang yang dikumpulkan halal. Sementara celah untuk menerima suap bagi kepala daerah, biasanya didapat saat proses penerbitan perizinan dan pengadaan.
"Mau cerita apa-apa saja di daerah, ujungnya cuma itu-itu saja. Entah lewat teman, entah dia sendiri memimpin, berkembang sedikit paling pungutan dari kepala dinas, tapi itu kembangan yang sedikit saja. Paling banyak dari pengadaan dan perizinan," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, Siti bersama Ketua DPD Partai Nasdem Brebes Amir Mirza Hutagalung, berhasil menghimpun uang hingga Rp 5,1 miliar dalam tujuh bulan terakhir.
Keduanya berencana menjadi pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Tegal periode 2019-2024.
"Sejumlah uang itu diduga akan digunakan untuk membiayai pemenangan keduanya di Tegal untuk Pilkada 2018," ujar Basaria, dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (30/8/2017).
Pemberian uang tersebut diduga terkait pengelolaan dana jasa pelayanan kesehatan di RSUD Kardinah Kota Tegal dan fee dari proyek-proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Tegal TA 2017.
Dari jasa pelayanan kesehatan, Siti dan Amir menerima Rp 1,6 miliar. Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp 200 juta ditemukan saat operasi tangkap tangan.
Sementara itu, sisa Rp 100 juta ditransfer ke dua rekening Amir, masing-masing Rp 50 juta.
Selain itu, Siti diduga menerima fee sejumlah proyek di lingkungan Pemkot Tegal sekitar Rp 3,5 miliar dalam rentang waktu Januari hingga Agustus 2017.
Pemberian itu diduga berasal dari rekanan proyek dan setoran bulanan dari Kepala Dinas.