TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI menilai tidak sepantasnya Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo membocorkan informasi intelijen dan menyebut ada institusi non-militer akan mendatangkan 5000 pucuk senjata.
Karena menurut Andreas Hugo Pareira, secara mekanisme prosedural, kalau ada informasi intelijen yang penting seharusnya disampaikan kepada Presiden sebagai user.
Bukan malah disampaikan pada forum, meskipun, kata Politikus PDI Perjuangan ini, itu tertutup.
"Tidak sepantasnya statement seperti itu disampaikan, meskipun di forum terbatas, karena bisa menimbulkan multi interpretasi," ujar Andreas Pareira kepada Tribunnews.com, Senin (25/9/2017) .
Apalagi imbuhnya, kalau disampaikan dengan tuduhan "ilegal" yang tendensius terhadap sesama institusi negara.
Untuk itu pula ia mengingatkan bagar para pemimpin institusi di negeri ini, seharus berhati-hati dalam menyampaikan pernyataannya sehingga tidak menjadi isu-isu destruktif yang kontra produktif.
Ia pun berharap klarifikasi dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto menutup polemik ini.
Sebelumnya Wiranto menyebut adanya komunikasi sampai Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo mengeluarkan pernyataan ada institusi lain di luar TNI yang hendak memasukan senjata ke Indonesia.
Dalam konfrensi pers di kantor Menkopolhukam, Jakarta Pusat, Minggu (24/9/2017), Wiranto mengatakan pihak lain yang dimaksud Panglima TNI, adalah Badan Intelijen Negara (BIN).
BIN membeli senjata dari PT. Pindad sebanyak 500 pucuk, dan dalam pembeliannya, kata Wiranto memang tidak butuh izin dari Mabes TNI.
"Dari penjajakan dan penelitian yang kami lakukan, maka pembelian senjata dari Pindad yang bukan standar TNI itu, memang tidak perlu minta izin ke Mabes TNI, tapi cukup dari Mabes Polri, dan itu sudah dilakukan," ujar Wiranto.
Baca: Demo Satpol PP di Kemenpan RB, Djarot Bilang Bukan Urusan Kami
Wiranto yang juga merupakan mantan Panglima TNI itu, menyebut pembelian senjata untuk keperluan sekolah BIN sebanyak 500 pucuk tersebut, juga tidak perlu mengantongi izin dari Presiden RI Joko Widodo.
Presiden, kata Wiranto, tidak perlu terlibat dalam proses itu.