News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi KTP Elektronik

Romli Atmasasmita: Penetapan Setya Novanto Sebagai Tersangka Tergesa-gesa

Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ahli hukum pidana Universitas Padjadjaran Romli Atmasasmita

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penetapan Ketua DPR RI Setya Novano sebagai tersangka korupsi pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dinilai dilakukan secara tergesa-gesa.

Ahli hukum pidana Romli Atmasasmita mengungkapkan telah melihat dakwaan terdakwa korupsi e-KTP Irman dan Sugiharto yang di dalamnya memuat nama Setya Novanto.

Kata Romli, tidak tepat jika dalam dakwaan tersebut dikatakan Novanto adalah orang  yang menggerakkan.

"Kalau saya melihat dakwaan KPK 141 halaman, masih jauh walaupun di dalam dakwaan mengatakan dia SN (Setya Novanto)  itu mempengaruhi, menggerakkan," kata Romli usai menjadi saksi ahli praperadilan Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (26/9/2017).

 Menurut Romli, bahasa mempengaruhi dan menggerakan tidak dikenal dalam Kiitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

"Jadi masih dugaan-dugaan dan asumsi-asumsi rangkaian keterangan transaksi dijadikan terhubung satu sama lain disimpulkan ini ikut," ujar Romli.

 Kedua, Romli mengatakan dalam dakwaan tidak sebutkan adanya kerugian negara akibat perbuatan korupsi e-KTP yang diterima Setya Novanto.

Baca: Mobil Pikap Langgar Ganjil-Genap, Saat Diperiksa Bawa 225 Kilogram Ganja

Walaupun audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengatakan ada kerugian negara, namun tidak ada laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisi dan Transaksi Keuangan (PPATK) terkait aliran uang ke Novanto.

 "Dalam surat dakwaan enga ada laporan PPATK walaupun BPK katakan ada kerugian negara, buat siapa kerugian negaranya yang jelas buat yang divonis itu makanya menurut saya KPK tergesa-gesa," kata guru besar ilmu hukum Universitas Padjadjaran itu.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini