TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim kajian elektabilitas Partai Golkar merekomendasikan Ketua Umum Golkar Setya Novanto mundur dari jabatannya dan segera menunjuk Pelaksana Tugas (Plt). Rekomendasi itu muncul karena status tersangka Novanto dalam kasus korupsi proyek e-KTP membuat elektabilitas Golkar terjun bebas.
Rekomendasi tersebut telah diserahkan kepada Novanto oleh Sekretaris Jenderal Golkar Idrus Marham.
Tim kajian elektabilitas Golkar dipimpin oleh Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Golkar Yorrys Raweyai.
Yorrys dikenal sebagai orang yang mendukung kembalinya Novanto ke kursi Ketua DPR setelah mengundurkan diri akibat kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meminta sebagian saham PT Freeport Indonesia.
Saat itu, Novanto yang tengah menjalani sidang etik di Mahkamah Kehormatan DPR mengundurkan diri dari jabatan Ketua DPR sehingga kasus yang dikenal dengan sebutan "Papa Minta Saham" itu berakhir dengan sendirinya.
Baca: Jadi Tersangka KPK, Harta Kekayaan Bupati Rita Capai Rp 236 Miliar, Kok Bisa?
Wacana pengembalian Novanto ke kursi Ketua DPR muncul menjelang terjadinya aksi pada 2 Desember 2016 terkait pernyataan mantan Gubernur DKI Jakarta yang berujung pada kasus penistaan agama. Saat itu Novanto sudah menduduki kursi Ketua Umum Golkar.
Yorrys mengatakan Novanto sudah bersih namanya sejak Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pasal 5 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang memperbolehkan rekaman penyadapan menjadi alat bukti hukum dibatalkan. Amar putusan tersebut membuat Golkar mendorong Novanto kembali ke kursi Ketua DPR.
Kala itu ,Yorrys mengatakan sebagai ketua umum, Novanto merupakan simbol partai. Jika kembali ke kursi Ketua DPR maka turut membesarkan nama Golkar.
Kini Yorrys justru menyarankan Novanto untuk mundur dari posisi Ketua Umum Golkar dengan alasan sama yang dikemukakannya kala mendorong Novanto kembali ke kursi Ketua DPR, yakni demi citra partai.
Secara terbuka, Yorrys mengungkapkan, penyebab utama terjun bebasnya elektabilitas Golkar karena status tersangka Novanto.
"Ini harus fair saya sampaikan. Sebab apapun kalau pemimpinnya sudah mengalami hal sama (terjerat korupsi), maka akan semua tergerus. Ini kan karena soal leadership," ujar Yorrys.
Yorrys bahkan meyakini Golkar akan menyusun struktur kepengurusan baru sebelum 20 oktober mendatang. Ia memprediksi akan ada Musyawarah Nasional Luar Biasa (munaslub) sebelumnya untuk mengganti Novanto dari posisi Ketua Umum.
Baca: Rapat Harian Putuskan Setya Novanto Dinonaktifkan Sebagai Ketua Umum Golkar