TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangna (BPK) RI telah membentuk tim audit untuk melaksanakan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) terhadap laporan keuangan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pembentukan tim tersebut untuk menindaklanjuti permintaan Panitia Khusus Angket KPK di DPR RI.
"Benar hari ini tim BPK telah mengadakan pertemuan awal atau entry meeting dalam rangka pemeriksaan dengan tujuan tertentu di KPK," kata Juru Bicara BPK, Yudi Ramdan saat dihubungi, Jakarta, Rabu (4/10/2017).
Baca: Bukan Dari Indonesia, Kekasih Pelaku Penembak di Las Vegas Warga Negara Australia
Terkait materi audit, Yudi mengaku belum mengetahui secara rinci. Akan tetapi, Yudi memastikan audit tersebut telah berjalan.
Dihubungi terpisah, Ketua KPK Agus Rahardjo tidak mempermasalahkan audit dengan tujuan tertentu itu. Agus pun membuka pintu lebar-lebar bagi tim audit BPK RI untuk memeriksa keuangan lembaga antirasuah itu.
"Kami mempersilahkan," kata dia.
Berdasarkan surat tugas yang diterima Tribun, telah berbedar surat tugas tim PDTT dengan nomor 118/ST/I/09/2017.
Nama-nama penanggung jawab serta ketua tim PDTT adalah I Nyoman Wara sebagai penanggung jawab, Hendra Susanto, wakil penanggung jawab, Najmatuzzahrah selaku pengendali teknis, Adi Kurniadi selaku ketua tim.
Baca: Hakim Cepi Iskandar Memiliki Niat Untuk Memotong Matarantai Keterlibatan Setya Novanto
Dalam surat tugas tersebut, audit tersebut dimaksudkan untuk pertama pelaksanaan pencegahan, penindakan kordinasi, supervisi dan monitoring, terhadap penanganan tindak pidana korupsi.
Kedua, manajemen sumber daya manusia, ketiga manajemen sistem informasi dan data dan keempat manajemen barang sitaan dan barang rampasan negara.
Surat tugas tersebut ditandatangani oleh ketua BPK RI Moermahamudi Soerja Djanegara dan ditembuskan kepada Wakil Ketua BPRI RI, Anggota I BPK RI dan pimpinan KPK.
Sebelumnya Ketua Panitia Khusus Hak Angket KPK RI Agun Gunadjar Sudarsa menyampaikan empat hasil temuan Pansus KPK RI selama 60 hari kerja di ruang rapat, gedung Nusantara II, kompleks MPR DPR RI Senayan, Jakarta Selatan.
Pertama, peran KPK yang seharusnya melakukan koordinasi dan supervisi, terbukti telah gagal. Kedua, Peran KPK sebagai trigger mechanism tidak berjalan.
Ketiga, KPK memperluas independensinya. Keempat, KPK mempertontonkan kewenangan yang superior dengan tidak menghargai lembaga pemerintah dan lembaga hukum lain.