TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemilu legislatif dan presiden tahun 2019 mendatang akan digelar secara serentak.
Namun, apabila dalam pelaksanaannya nanti ambang batas calon presiden (Presidential Threshold) masih diterapkan maka tidak akan pernah terjadi penyederhanaan terhadap partai politik (Parpol).
"Kita kan ingin penyederhanaan Parpol dan tidak akan pernah terjadi selama ada PT. Karena, pertama partai kecil akan selalu terbawa-bawa agar dapat mencukupi 20 persen, kedua lama-lama kita berfikir mencari koalisi dulu baru cari calon terbaik,"ujar Pakar Komunikasi Politik, Effendi Ghazali, Jumat(6/10/2017).
"Yang paling penting bahwa kalau parpol itu menemukan calon baik dan dapat maju sendiri, maka partai-partai lain meski besar tapi mengajukan calon jelek kualitasnya akan lewat (tidak akan dipilih rakyat)," sambung Effendi.
Menurut Effendi, bila partai politik memiliki kesempatan untuk mengusung calon presiden dan wakil presidennya sendiri, maka transaksional dan janji politiknya akan sangat kecil, ketimbang bila diterapkan dengan sistem ambang batas 20 persen sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu itu.
"Kalau seluruh warga negara ini sudah menjalankan Pancasila dan UUD 1945, mau sendiri kek, mau berkoalisi, tidak masalah. Tapi kalau belum menjalankan Pancasila dan UUD 1945 kan lebih enak (mengusung) sendiri akan lebih sedikit tindak transaksionalnya, ketimbang 20 persen dan janji yang mengusung sendiri akan lebih sedikit ketimbang yang koalisi," paparnya.
Effendi Gazali juga menekankan bahwa ada tidaknya presidential threshold atau ambang batas calon presiden tidak ada jaminan bahwa politik transaksional pada Pemilu 2019 secara serentak hilang.
Ia mengaku akan menekankan persoalan itu dalam persidangan pengujian materil UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) pada agenda mendengarkan keterangan ahli yang akan diajukannya nanti.
"Ini kan sistem presidensial yang perlu diperkuat dan arah selanjutnya, karena kalau mau jujur, Pemilu ini ada tidaknya threshold itu, tidak ada jaminan tidak ada politik transaksional yang membuat presiden menjadi lebih kuat atau lemah," kata Effendi.