Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Pansus Angket KPK Taufiqulhadi, mengaku sedih dan khawatir, lantaran KPK dan para pendukungnya mulai 'main kayu' dengan mengirim sinyal yang bersifat ancaman kepada hakim Mahkamah Konstitusi.
"Dari Kuningan tercium bau tak sedap. Untuk mendapatkan hasil maksimal dari keputusan MK tentang uji materi UU MD3, berbagai upaya dilakukan," kata Taufiqulhadi kepada Tribunnews.com, Jumat (6/10/2017).
Politikus Partai NasDem ini mengatakan, mulai dari mempersoalkan kemungkinan komposisi hakim MK pemutus uji materi itu hingga meminta hakim untuk melihat opini publik.
"Semua itu hal dimaksudkan agar hakim MK berada dalam tekanan.
Strategi itu, menurut saya, adalah strategi busuk untuk mendapat hasil dengan segala cara. Maka saya menyerukan kepada KPK dan para pendukungnya, berhentikan membuat ancaman kepada pihak lain, seperti selama ini yang menjadi sifat KPK," katanya.
Dirinya menilai, hal ini adalah tindakan yang sangat tidak etis dalam kerangka negara berdemokrasi.
Sebab dalam bingkai negara demokrasi yang menjunjung tinggi prinsip negara hukum (rule of law). Untuk itu, sebagai warga negara semua pihak harus percaya terhadap jalannya due process of law yang sedang berjalan dalam proses peradilan terhadadap uji materi UU MD3 di MK.
Oleh karena itu, apabila ada pihak-pihak yang mendukung KPK yang melakukan ancaman kepada Hakim MK yang sedang memeriksa dan mengadili UU MD3, khususnya keabsahan Pansus Angket KPK.
Lebih lanjut anggota Komisi III DPR RI ini mengatakan, berdasarkan Konstitusi UUD NRI Tahun 1945, dirinya menentang keras segala bentuk aksi yang mengancam independensi para hakim MK tersebut.
"Sebab menurut saya hal itu mengindikasikan suatu rangkaian ancaman yang sistemik terhadap jalannya proses demokratisasi yang berdasar atas prinsip-prinsip negara hukum (rule of law)," kata Taufiqulhadi.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah pegawai KPK mengajukan uji materi di Mahkamah Konstitusi. Mereka menggugat ketentuan terkait kewenangan hak angket DPR yang tercantum pada Pasal 79 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).
Pegawai KPK menilai penggunaan hak angket tidak tepat jika ditujukan ke KPK. Sebab, KPK merupakan lembaga negara, bukan bagian dari pemerintah.
Menurut para pemohon, penggunaan anggaran negara yang dialokasikan untuk kegiatan DPR tetapi penggunaannya justru untuk menunjang kerja Pansus Hak Angket terhadap KPK, tidak tepat. Apalagi pembentukan Pansus Hak Angket dianggap tidak sesuai ketentuan yang berlaku.