LAPORAN WARTAWAN TRIBUNNEWS.COM, THERESIA FELISIANI
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lagi-lagi, hakim ditangkap oleh KPK. Teranyar, Jumat (6/10/2017) malam, KPK melakukan OTT yang menjaring Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara, Sudiwardono.
Dalam kasus ini, Sudiwardono menerima suap dari anggota DPR RI, Komisi XI, Aditya Anugrah Moha.
Suap ditujukan untuk mengamankan perkara ibunda dari Aditya, Marlina Moha Siahaan dalam kasus korupsi TPAPD Bolaang Mongondow.
Baca: Setelah Ditetapkan Menjadi Tersangka, Politikus Golkar dan Hakim PT Manado Menginap di Tahanan
Marlina Moha sendiri telah divonis bersalah selama lima tahun. Tidak terima dengan putusan tersebut, Marlina lantas mengajukan banding dan kini perkara berproses di pengadilan tinggi.
Menanggapi hal tersebut, Sunarto, Ketua Kamar Pengawas MA, Sabtu (7/10/2017) malam, mengatakan, bahwa ini sudah ketigakalinya bagi dirinya menghadiri konferensi pers KPK untuk mengumumkan OTT yang melibatkan hakim.
"Kali ini, saya sudah tiga kali duduk di kursi ini. Mudah-mudahan ke depan bilamana ada perubahan-perubahan yang cukup signifikan dari teman-teman aparatur penegak hukum, khususnya aparatur MA dan badan peradilan, saya tidak duduk di sini lagi," tutur Sunarto.
Sunarto mengucapkan terimakasih dan mengapresiasi kinerja dari tim KPK.
Kedepan, Sunarto berharap kepada masyarakat untuk tidak berprasangka buruk terhadap proses penegakan hukum di Indonesia.
"Percayalah aparatur MA dan pengadilan jauh lebih banyak yang baik, aparatur yang baik tersebut tidak bisa menerima dan tidak rela bila ada rekan-rekannya yang mau menodai badan peradilan," tegasnya.
Baca: Jubir MA: Tidak Bisa Disangkal Lagi Hal ini Mengecewakan
Diketahui, dua kasus lain yang mengharuskan Sunarto hadir di konferensi pers KPK yakni pada 22 Agustus 2017 lalu, terkait kasus suap panitera pengadilan Jakarta Selatan, Tarmizi.
Ia menerima suap dalam putusan perkara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Lalu pada 7 September 2017, Sunarto menghadiri jumpa pers terkait kasus Hakim Dewi Suryana dan panitera pengganti, Hendra Kurniawan atas sual keringanan hukuman pada terdakwa di kasus korupsi.