Laporan wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Keamanan Laut (Kabakamla), Laksmana Madya Ari Soedewo, Rabu (11/10/2017) tidak memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tanpa alasan yang jelas.
Padahal sedianya, Ari Soedewo diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap proyek pengadaan satelit monitoring di Bakamla.
Baca: Berniat Sita Aset PT DGI, KPK Jalin Kordinasi Dengan Tim Pelacak Aset
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melengkapi berkas tersangka Nofel Hasan (NH), Kabiro Perencanaan dan Organisasi Bakamla) yang telah ditahan KPK.
"Laksamana Madya Ari Soedewo, Kabakamla, saksi NH (Nofel Hasan) dalam kasus dugaan suap terkait pengadaan satelit monitoring di Bakamla RI, belum ada informasi atas ketidakhadirannya," ungkap Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Baca: KPK Perpanjang Penahanan Wali Kota Cilegon Selama 40 Hari
Febri mengaku belum mengetahui kapan penjadwalan ulang terhadap Arie Soedewo akan dilakukan.
KPK lanjut Febri akan berkoordinasi, termasuk dengan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI yang juga menangani kasus ini.
"Nanti kita koordinasikan lagi. Termasuk koordinasi dengan Pom TNI karena sebelumnya kita sudah punya komunikasi yang baik dengan Pom TNI," tambahnya.
Baca: Petinggi Arema FC Nonaktif Ditanya KPK Soal Kedekatannya Dengan Eddy Rumpoko
Untuk diketahui, pemeriksan pada Arie Seodewo untuk Nofel Hasan sebelumnya sudah direncanakan sejak Agustus 2017 lalu, namun sering dijadwal ulang.
Arie Soedewo pernah diperiksa KPK saat proses penyidikan dengan tersangka Deputi Bidang Informasi dan Kerja Sama Bakamla, Eko Susilo Hadi.
Bahkan Arie Soedewo juga pernah dihadirkan sebagai saksi di persidangan dengan terdakwa Eko.
Walau dua kali tidak hadir panggilan sebagai saksi di persidangan.
Baca: Lewat Video Call Dari Singapura, Novel Baswedan Desak Pembentukan Tim Pencari Fakta
Arie Soedewo yang merupakan pengguna anggran di lingkungan Bakamla diperiksa karena diduga mengetahui kasus dugaan suap proyek setelit monitoring.
Dalam surat dakwaan terhadap Dirut PT Merial Esa, Fahmi Dharmawansyah disebutkan sekitar Oktober 2016, di ruangan Kabakamla, arie Soedewo dan Eko membahas jatah 7,5 persen dari program setelit monitoring untuk Bakamla.
Baca: 6 Bulan Tidak Terungkap, Koalisi Masyarakat Sipil Galang Dukungan Penuntasan Kasus Novel Baswedan
Arie Seodewo kemudian meminta agar fee sebesar dua persen dibayarkan lebih dulu.
Setelah beberapa kali pertemuan, Fahmi melalui dua anak buahnya menindaklanjuti permintaan Arie Soedewo dan Eko tersebut.
Total uang suap yang diberikan Fahmi secara bertahap sebesar SGD 309.500, USD 88.500, Euro 10.000 dan Rp 120 juta.