Dia menyebutkan dua aturan tersebut yang selama ini menjadi rujukan karena dalam peraturan perundangan di Indonesia, masalah agama menjadi faktor yang sangat penting.
"Saya enggak heran itu muncul dalam peraturan di negeri ini, mungkin di negara lain enggak, tapi di Indonesia faktor agama ini masuk dalam peraturan perundangan sepertu juga UU perkawinan," kata Retno.
Padahal, menurut Retno dalam perjalannnya dimungkinkan anak memilih agama yang berbeda dengan agama orangtuanya.
'Bentuk diskriminasi'
Pendiri Yayasan Alit, Yuliati Umrah menilai pembatasan itu merupakan bentuk diskriminasi terhadap calon orangtua yang ingin adopsi anaknya.
"Kalau seperti itu kan jadinya malah diskriminatif ya terhadap mereka yang memiliki niat baik untuk mengasuh anak-anak, belum tentu juga agama mayoritas siapapun yang ambil belum tentu menyayangi seperti orang yang membutuhkan".
Menurut Yuliati, dalam kasus gagalnya proses adopsi anak oleh polwan itu dimungkinkan untuk diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan hak pengasuhan. Sementara proses penyidikan untuk mencari orangtua juga bisa dilakukan.
Dia menyatakan ada sejumlah kasus anak-anak yang mendapatkan orangtua adopsi yang berbeda agama, melalui proses pengadilan.