TRIBUNNEWS.COM - PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJB) membenarkan adanya penggeledahan terkait kasus dugaan korupsi di kantor anak usahanya, BJB Syariah oleh Badan Reserse Kriminal Polri hari ini, Senin (16/10/2017).
Pemimpin Divisi Corporate Secretary Bank Jawa Barat dan Banten (BJB) Hakim Putratama mengatakan, pihaknya masih mengumpulkan informasi terkait kronologi penggeledahan yang terjadi di tiga lokasi tersebut. Setelah itu, perseroan akan menyampaikan keterangan resmi dalam waktu dekat.
"Ya memang terjadi penggeledahan di BJB Syariah. Kami sedang mengejar kronologi sebenarnya," ujarnya, Senin (16/10/2017).
Menanggapi dugaan korupsi yang dilakukan oknum manajemen bank, Hakim mengaku pihaknya telah menerapkan prinsip tata kelola perusahaan dengan baik sesuai ketentuan Otoritas Jasa Keuangan. Selama ini, BJB Syariah juga berada dalam pengawasan ketat induk usaha.
Dia menjelaskan kasus kredit macet memunculkan dua potensi kesalahan yakni, sistem analisis dalam proses pemberian kredit atau memang ada oknum yang terlibat dalam proses transaksi. Oknum yang dimaksud tak melulu berasal dari internal perbankan, tetapi bisa juga oknum nasabah.
"Pengawasan sudah ketat, dan harus dilihat bahwa ada juga oknum-oknum nasabah yang harus diperhatikan. Analisa kredit betul atau tidak, atau ada oknum kongkalingkong, biar dibuktikan secara hukum," ungkapnya.
Tak Menoleransi Korupsi
Saat ini, induk usaha menyerahkan seluruh kasus tersebut kepada pihak kepolisian untuk menentukan pihak yang bersalah berdasarkan bukti-bukti yang mereka peroleh.
Hakim mengklaim pihaknya tak akan menyampingkan kepentingan nasabah, dan tak akan menoleransi terjadinya korupsi dan penipuan dalam bentuk apapun.
Sebelumnya, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri menggeledah sejumlah tempat berkaitan dengan kasus dugaan korupsi pemberian kredit BJB Syariah kepada debitur atas nama PT Hastuka Sarana Karya periode 2014-2016.
Kepala Subdirektorat V Dittipidkot Bareskrim Komisaris Besar Indarto mengungkapkan, BJB Syariah diduga memberikan fasilitas pembiayaan sebesar Rp 566,45 miliar selama periode Oktober 2014 hingga Juni 2015.
Dalam kerja sama dan pembiayaan tersebut terdapat dugaan perbuatan melawan hukum dan menimbulkan kerugian negara diperkirakan mengunakan data outstanding pembiayaan macet oleh BJBS sebesar Rp 548,94 miliar.