TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah ormas Islam diundang dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi II DPR RI yang membahas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan ( Ormas), Rabu (18/10/2017).
Dalam rapat itu, mereka meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak menyetujui Perppu yang diterbitkan pemerintah tersebut.
Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Mohammad Siddik menilai, tidak ada kegentingan yang memaksa sehingga Perppu tersebut diperlukan.
"Tidak terdapat ancaman nyata yang membahayakan negara, seperti perang. Tidak ada bencana alam dan kerusuhan," kata Siddik.
Menurut Siddik, keluarnya Perppu justru menjadi sumber masalah baru dengan terpecah-belahnya masyarakat secara tajam.
Siddik khawatir Perppu Ormas digunakan untuk membungkam ormas-ormas yang kritis terhadap pemerintah, dan membubarkan ormas tanpa melalui proses peradilan.
"Kami mengusulkan DPR menolak Perppu 2/2017, karena Undang-undang sebelumnya sudah cukup baik dan berfungsi," kata Siddik.
Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis) Jeje Zaenudin mengatakan, ada tiga alasan organisasinya menolak Perppu 2/2017.
Pertama, Perppu tersebut dinilai melanggar ketentuan dalam konstitusi mengenai proses hukum yang adil (due process of law).
"Kami berpendapat dalam Perppu ini ada pasal-pasal yang bertentangan dengan prinsip Indonesia sebagai negara hukum, yaitu di pasal 61 dan 62," ujar Jeje.
Alasan kedua, Perppu dinilai melanggar hak asasi manusia yang diatur dalam pasal 28E Undang-Undang Dasar 1945.
Terakhir, Perppu dianggap bertentangan dengan asas pertanggungjawaban pidana.
Berdosa
Menurut Sekretaris Jenderal Aliansi Ormas Islam se-Banten Sudrajat Ardani, ada 152 ormas Islam di Banten yang menolak Perppu 2/2017.