Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah angkat bicara soal masa kerja pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang sudah memimpin tiga tahun.
Ada dua catatan yang menjadi sorotan Fahri.
Pertama yakni soliditas menteri kabinet kerja yang belum kompak. Kedua, upaya menepati janji kampanye Jokowi yang mulai memudar.
"Kalau saya mengevaluasi pemerintahan ini yang belum mantap itu soliditas. Yang kedua janji kampanyenya memudar," kata Fahri kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (19/10/2017).
Baca: Jokowi Tepati Tiga Janjinya kepada Pemilik Warteg di Depan Masjid Sunda Kelapa
Fahri menilai soliditas para menteri masih lemah. Hal itu katanya, lantaran Jokowi gagal menjadi pemimpin yang membuat mereka solid.
"Dugaan saya Pak Jokowi gagal sebagai solidarity maker. Pak Jokowi kurang nge-grip orang-orangnya. Dan tidak ada yang membantu Jokowi nge-grip kabinet. Kalau kita lihat pertengkaran-pertengkaran ini kan nyata," kata Fahri.
Tak cuma itu, Fahri menduga janji kampanye memudar karena tidak diinternalisasi dengan baik di jajaran menteri Kabinet Kerja.
Hal ini berpengaruh terhadap semangat kerja dan kekompakan para menteri pembantu Jokowi.
"Dugaan saya ini janji-janji kampanye tidak terlalu diinternalisasi di kalangan anggota kabinet. Sehingga itu menjadi dasar persatuan kerja," katanya.
Fahri mengatakan, janji Jokowi dalam pembangunan infrastruktur terlalu tinggi, namun tidak bisa dilaksanakan dengan maksimal.
Baca: Gembong Teroris dr Azahari Tewas Tertembak Peluru Polisi, Bukan Bunuh Diri
Pasalnya, pembangunan infrastruktur era Jokowi banyak dibebankan kepada rakyat dengan mencabut subsidi dan menaikkan harga bahan kebutuhan pokok.
"Sebab kalau kita mau melakukan kritik teknis kan pembangunan di masa Pak Jokowi kan biayanya dibebankan kepada rakyat. Karena banyak bangun infrastruktur maka subsidi banyak dicabut, harga-harga dinaikin," kata Fahri.
Dia menilai, hal ini bisa menjadi masalah besar jika tidak bisa diselesaikan dalam 2 tahun ke depan.
Masalah akan bertambah apabila para menteri memiliki agenda politik masing-masing jelang Pemilu 2019.
"Sisa dua tahun ini saya kira, kalau ini masalah besar ini tidak dibangun solidaritas ya apalagi ini tahun politik. Partai-partai akan kembali ke induk semangnya masing-masing. Orang-orang dalam kabinet itu mungkin sudah punya pikirin tentang 2019 yang berbeda-beda," kata Fahri.