TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebut komunikasi dengan Kemenkopolhukam terkait kasus 1965 tersendat saat dipimpin Wiranto.
Komisioner Komnas HAM, Muhammad Nurkhoiron mengatakan komitmen penuntasan kasus peristiwa 1965 lebih terbaca saat Menkopolhukam dijabat Tedjo Edhy Purdijatno dan Luhut Binsar Panjaitan.
"Ketika Menko nya Wiranto, kami komuni
Baca: Namai Anak Jihad, Pasangan Asal Prancis Ini Dibawa ke Pengadilan
kasi Komnas HAM dengan pemerintah jadi jauh, untuk memikirkan upaya penyelesaian, saya sendiri tidak tahu apa yang pemerintah lakukan, kalau gerakan meredup, akan jadi masalah nanti ke depan," kata Nurkhoiron saat menerima sejumlah perwakilan korban peristiwa 65, di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa (24/10/2017).
Nurkhoiron mengatakan pihaknya berkali-kali menggelar pertemuan dengan Tedjo dan Luhut untuk penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk peristiwa 65.
"Perbedaannya (dengan Wiranto), kounikasinya kurang baik, artinya kurang aktif untuk menyatakan, apa sih komitmennya, dan bagaimana bisa menyelesaikan bersama-sama, dan saling berkordinasi, kita tidak tahu komitmennya apa," katanya.
Baca: Bisa Main Pingpong, ICW Minta Novanto Hadir Sidang e-KTP
Selama bertahun-tahun, berkas terkait peristiwa 65 "bolak-balik" dari Kejaksaan ke Komnas HAM.
Sebab, Kejaksaan menganggap berkas yang disusun Komnas HAM kurang mumpuni.
Salah satu kendala pengungkapan kasus tersebut, Pemerintah masih belum bisa membuka komunikasi dengan pihak militer dan kelompok Islam, yang terlibat peristiwa 1965.