TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masalah intoleransi dan paham radikal yang berkembang belakangan ini mulai mengkhawatirkan dan mendapat perhatian khusus dalam Rembuk Nasional 2017 yang diselengarakan di Jiexpo, Kemayoran, Senin (23/10/2017).
Sehingga, tahun ini secara khusus dibentuk forum rembuk yang membahas topik Merawat Kebhinekaan dan memperkokoh NKRI.
Baca: Ketua RT Tak Menyangka Lelaki Ini Diamankan Densus 88, Padahal Aktif Ikuti Undangan
Permasalahan yang dihadapi Indonesia dalam merawat kebhinekaan, salah satunya adalah meruncingnya intoleransi.
Menurut survei Wahid Institute, 7,7 % responden bersedia melakukan tindakan radikal, dan itu setara dengan 11 juta penduduk di Indonesia.
Hal itu dikatakan Policy and Research Senior Officer Wahid Institute Alamsyah M.Djakfar, dalam forum Rembuk Nasional 2017, di Jiexpo, Kemayoran, Jakarta (23/10).
Peserta rembuk juga banyak menyoroti fungsi pancasila sebagai dasar negara yang mulai memudar.
Melihat perkembangan situasi tersebut, Rembuk Nasional 2017 memberi beberapa rekomendasi untuk pemerintah.
Rekomendasi yang dibacakan Ketua Bidang Rembuk 2, Prof Paschalis Maria Laksono ini terkait ranah hukum, pelembagaan Kebhineka Tunggal Ikaan, dan strategi merawatnya.
Terkait ranah Hukum, Rembuk Nasional menyarankan dilakukannya amandemen peraturan perundangan yang mengancam kebhinneka-tunggal-ikaan, serta menunda dan membatalkan proses RUU yang diskriminatif.
"Pemerintah juga harus ambil inisiatif menyusun peraturan perundangan yang merawat kebhinnekaan dan memperkokoh NKRI, termasuk di antaranya meninjau beberapa kewenangan dalam otonomi daerah," ucapnya.
Selain itu, kata Djakfar penegakan hukum yang tegas dan kuat terhadap perbuatan-perbuatan intoleran, rasialis, dan diskriminatif terhadap keragaman, baik dalam hal agama, budaya, dan politik, mutlak dibutuhkan.
Terkait Pelembagaan Kebhinneka-Tunggal-Ikaan, pemerintah disarankan melaksanakan secara selaras dan berkesinambungan pembudayaan (internalisasi) nilai-nilai kebhinneka-tunggal-ikaan dalam pendidikan dengan memastikan tersedia guru berkompeten dalam jumlah yang memadai yang dihasilkan oleh proses pendidikan guru yang bernaluri bhinneka tunggal ika.
"Perlu juga dilakukan reformasi kurikulum baik pada pendidikan sipil, militer, dan kedinasan. Selain itu perlu Pelembagaan (institusionalisasi) nilai bhinneka tunggal ika sebagai indikator utama pada semua program yang didanai oleh APBN dan APBD," tegasnya.