TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kementerian Sosial menerjunkan 1.550 tim deteksi dini konflik sosial. Nantinya tim tersebut akan disebar di seluruh wilayah Indonesia. Utamanya di daerah-daerah yang rawan konflik sesuai peta rawan konflik kemenko polhukam.
"Deteksi dini ini penting sebagai rekomendasi kebijakan supaya konflik bisa dicegah sebelum telanjur pecah," ungkap Khofifah saat membuka pemantapan petugas deteksi dini di Jakarta, Rabu (25/10/2017).
Khofifah mengatakan, salah satu cara mencegah terjadinya konflik sosial adalah dengan mengedepankan kearifan lokal dan memaksimalkan peran tokoh lokal .
Menurutnya, kearifan lokal di setiap daerah adalah kekuatan yang mampu meredam potensi konflik sekaligus membentengi masyarakat dari masuknya paham-paham yang dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa.
Sementara peran tokoh lokal adalah untuk cegah tangkal dini. Oleh karena itu, sebelum diterjunkan tim deteksi dini ini akan mendapatkan berbagai pelatihan guna mengembangkan kearifan lokal serta penguatan jejaring sosial.
" Kearifan lokal yang dirajut tokoh agama dan tokoh adat lokal yang dimiliki bangsa ini sejak dulu terbukti mampu meredam dan meminimalisir potensi konflik sosial di daerah yang notabene sangat heterogen," ungkapnya.
"Untuk itu, diharapkan tim deteksi dini mampu melakukan pemutahiran pemetaan potensi atau kearifan lokal yang dapat digunakan untuk menjaga perdamaian di masyarakat, hari ini sebaran informasi yang bersifat menghasut, fitnah dan kebencian bisa menyebar cepat tanpa batas melalui teknogi infomasi dan digital. Ini tantangan baru petugas deteksi dini ," tambah dia.
Khofifah mengungkapkan, tidak sedikit kearifan lokal yang tereduksi dengan perkembangan sistem yang ada saat ini. Ia mencontohkan keberadaan papa dan mama raja di Ambon yang telah tergantikan dengan aparat lurah.
Padahal, wewenang Papa dan Mama Raja dalam sistem kekerabatan masyarakat di Ambon sangat dihormati dan mempunyai kekuatan persuasif dan impratif secara kultural adat yang besar dibandingkan kewenangan administratif lurah. Masa transisi penguatan peran mama dan papa raja membutuhkan revitalisasi secara konkrit dan substantif.
"Keberadaan Papa dan Mama Raja dahulu mampu menyelesaikan persoalan sosial di sana karena mereka sangat dihormati sebagai tokoh adat. Sistem yang ada saat ini mereduksi keberadaan mereka, sehingga perlu revitalisasi peran mereka" terang Khofifah.