TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Margarito Kamis mengingatkan agar majelis Mahkamah Konstitusi (MK) untuk tidak mengingkari keputusannya atas pelaksanaan Pemilu serentak 2019.
Hal itu mengantisipasi adanya niatan majelis hakim konstitusi yang akan menolak judicial review (JR) mengenai Undang-Undang Pemilu terhadap presidential treshold (PT) sebesar 20 persen.
"Kalau kemudian hakim konstitusi menerima aturan tentang PT 20 persen, artinya MK mengingkari keputusannya sendiri soal Pemilu serentak," kata Margarito, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/11/2017).
"Karena, dengan ditetapkan ambang batas pelaksanaan Pemilu tidak menjadi serentak lagi alias kembali seperti 2014," tambahnya.
Ia juga mengaku bingung dengan masih adanya perdebatan soal open legal policy , sebab masanya sudah berbeda.
"Sebenarnya, perdebatan dalam Pemilu serentak sudah tidak lagi pada perdebatan open legal policy, karena kalau open legal policy hanya bisa di lakukan pada sistem Pemilu secara terpisah. Dimana orang ingin mencalonkan presiden maka merujuk pada ketentuan pasal 6A (UUD 1945)," ujar dia.
"Sedangkan, untuk kepentingan pemilihan legislatif maka bisa dilihat ketentuan UU lainnya," pungkasnya.