Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari mengatakan, resgistrasi kartu SIM Card yang diwajibkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi adalah sesuatu yang perlu dan harus dilakukan.
Namun, jika pemerintah tidak bisa memberikan jaminan bahwa data disalahgunakan, dirinya tidak setuju.
"Prinsipnya registrasi itu harus. Tetapi harus ada jaminan dari pemerintah bahwa data itu aman dan tidak disalahgunakan. Kalau ada yang berani jamin, saya setuju. Tapi kalau tidak ada jaminan, saya tidak setuju," kata Abdul Kharis kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/11/2017).
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini ogah menjawab saat ditanya kemungkinan data tersebut digunakan untuk kepentingan Pileg dan Pilpres mendatang.
"Saya tidak tahu. Tapi tidak boleh digunakan oleh siapapun," ujarnya.
Untuk itu, Komisi I DPR RI berencana untuk memanggil Kominfo untuk mempertanyakan hal tersebut.
"Nanti setelah reses. Pemerintah harusnya buat semacam perangkat hukum dibanding mewajibkan registrasi SIM card," katanya.
Registrasi kartu SIM prabayar mulai diberlakukan sejak 31 Oktober 2017. Paling lambat registrasi dilakukan hingga 28 Februari 2018. Kebijakan tersebut ditetapkan melalui Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Nomot 14 Tahun 2017.
Registrasi bisa melalui SMS ke 4444, situs khusus, serta gerai resmi masing-masing operator. Jika tidak melakukan registrasi, kartu SIM tak bisa digunakan.
Bagi masyarakat yang baru membeli kartu SIM prabayar hari ini atau setelahnya, harus melakukan registrasi untuk keperluan validasi dengan mencantumkan NIK dan KK.
Sementara bagi pengguna kartu SIM lama, bisa melakukan registrasi mulai hari ini. Caranya juga bisa via SMS, situs, atau ke gerai.
Jika tidak melakukan registrasi hingga deadline yang ditetapkan, kartu SIM pengguna lama akan diblokir secara bertahap. Fungsi-fungsinya seperti menelepon, SMS, dan internet, bakal pelan-pelan lumpuh.
NIK dan nomor KK yang didaftarkan akan diverifikasi atau dicocokkan dengan database pendudukan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil). Hal ini untuk mencegah beredarnya penipuan dan tindak kriminal melalui ponsel.