TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim menyatakan terdakwa memberikan keterangan tidak benar Miryam S Haryani menerima uang terkait korupsi pengadaan KTP elektronik sebanyak empat kali.
Jumlah uang yang diberikan berturut-turut adalah USD 500.000, USD 100.000 dan Rp 5 miliar. Keterangan tersebut berdasarkan kesaksian dua terdakwa yakni bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Irman dan bekas Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto serta dua saksi lainnya Vidi Gunawan dan Yosep Sumartono.
"Dimana uang tersebut diantar oleh Sugiharto ke rumah Miryam S Haryani di Tanjung Barat," kata Anwar saat membacakan pertimbangan majelis hakim di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (13/11/2017).
Sementara uang yang lainnya berjumlah Rp 1 miliar diberikan oleh Yosep Sumartono. Yosep Sumartono adalah bekas Staf Direktkorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri yang diperintah Sugiharto menyerahkan duit.
"Serta sebesar satu miliar yang diserahkan Yosep Sumartono kepada asisten pribadi Terdakwa. Maka dengan demikian bantahan terdakwa tentunya tidak memiliki alasan hukum," kata Hakim Anwar.
Baca: Anies Pastikan Percepatan Pembangunan Kepulauan Seribu Tak Bentuk Badan Baru
Terkait aliran tersebut Miryam mengatakan dia hanya dikenai pasal tunggal yakni Pasal 22. Selama persidangan, kata Miryam mengatakan tidak ada keterangan saksi yang mengatakan dia menerima uang.
"Kan pertimbangan itu. Saksi tidak mengatakan begitu," kata politikus Partai Hanura itu.
Pada perkara itu, Miryam divonis lima tahun dan denda Rp 200 juta subsidair tiga bulan kurungan.
Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum pada KPK yang menuntut pidana penjara delapan tahun dan denda Rp 300 juta subsidair enam bulan kurungan.
Atas perbuatannya Miryam dinilai terbukti melanggar Pasal 22 jo Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.