"Bayangkan bagaimana yang di Papua," katanya.
Menurut Rivai, juru sita harus datang ke alamat para pihak untuk mengantarkan relas karena ketentuan HIR.
Ini menimbulkan biaya tinggi dan rentan disalahgunakan.
"Sistem ini tidak cepat, tidak sederhana. Bahkan, cenderung ada permainan oknum advokat untuk mempercepat atau lambat perkara," katanya.
PERADI sendiri mendorong agar ketentuan HIR itu diubah.
"Mudah-mudahan ini masuk Prolegnas 2018. Ini hukum acaranya sudah sangat lama, harus diperbaiki. Pengadilan TUN dan Pengadilan Agama sudah membuktikan berhasil menggunakan jasa pos," katanya.