TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyerahkan berkas penyidikan dan surat dakwaan tersangka kasus dugaan korupsi pada proyek KTP elektronik, Setya Novanto, ke Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta.
Dalam surat dakwaan itu, KPK akan membeberkan pihak-pihak yang diuntungkan dari proyek yang merugikan negara senilai Rp 2,3 triliun tersebut.
"Kami juga uraikan pihak-pihak yang diduga diuntungkan termasuk SN," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.
Nantinya, lanjut Febri, dapat dilihat alur dari mulai proses pembahasan anggaran proyek senilai Rp 5,9 triliun itu, pertemuan-pertemuan dan dugaan aliran dana pada sejumlah pihak, baik langsung ataupun melalui perantara.
Soal berapa banyak halaman berkas yang dilimpahkan, Febri belum mengetahuinya.
Namun yang jelas, di dalamnya memuat dokumen yang disyaratkan dalam KUHAP seperti Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi atau ahli. Ini termasuk BAP saksi dan ahli meringankan yang diajukan Novanto.
Baca: Sidang Praperadilan Novanto, Hakim Kusno: Hari Rabu Pagi Kesimpulan, Sore Langsung Putusan
"Kemudian BAP penyitaan, BAP penahanan, dan proses lainnya sepanjang di penyidikan, termasuk daftar barang bukti," ujar Febri.
Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Basaria Panjaitan mengatakan sidang merupakan kesempatan bagi KPK dan Setya Novanto untuk saling membuktikan.
"Dan memang harapan kami supaya lebih fair biarlah ini ke pengadilan. Membuktikan, saling membuktikan apakah benar yang bersangkutan benar atau tidak. Itu harapan kami," tutur Basaria.
Sehingga, menurut dia, pihak Setya Novanto tidak perlu khawatir terhadap jalannya persidangan kasus korupsi yang menelan kerugian negara sebesar Rp 2,3 Triliun tersebut.
"Jadi tidak usah dikhawatirkan soal itu biarkan jalan apa adanya," ujarnya.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menetapkan sidang perdana terdakwa Setya Novanto digelar Rabu, 13 Desember 2017.
Ketua majelis hakim yang mengadili perkara adalah Yanto. Yanto akan menggantikan Hakim Jhon Halasan Butar Butar yang mendapat promosi menjadi hakim tinggi di Pontianak.
Jhon sebelumnya menjadi hakim ketua perkara terdakwa Irman dan Sugiharto dan Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Baca: KPK Yakin Hakim Kusno Takkan Bermanuver Pimpin Sidang Praperadilan Setya Novanto
"Sudah ditetapkan majelisnya yaitu Bapak Doktor Yanto, ketua pengadilan sendiri," kata Humas Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Ibnu Basuki Wibowo.
Sementara empat hakim anggota sama dengan perkara pada kasus e-KTP sebelumnya yakni Frangki Tambuwun, Emilia Djaja Subagia dan dua hakim ad hoc Anwar dan Ansyori Saifuddin.
Adapun panitera pengganti adalah Roma Siallagan ditambah Martin dan Yuris.
Menurut Yanto, pihaknya telah resmi menerima berkas perkara berikut surat dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam berkas perkara yang dilimpahkan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta, tersangka korupsi pengadaan KTP elektronik atau e-KTP disangka melakukan perbuatan memperkara diri sendiri atau korporasi.
Pada berkas yang dilimpahkan tersebut, pasal yang dikenakan terhadap Novanto adalah Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam berkas perkara nomor BP-91/23/11/2017 tersebut, Setya Novanto diduga turut bersama-sama melakukan perbuatan korupsi dengan Andi Agustinus alias Anri Narogong, Irman saat menjabat Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, dan Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). (eri/ter/wly)