"Orang itu harus dihukum sesuai dengan kesalahannya. Tidak bisa orang itu dihukum dengan hukuman yang tinggi karena jabatan yang tinggi, kan nggak bisa seperti itu. Artinya kalo itu yang kita lakukan, kita telah melakukan penzoliman atas nama penegakan hukum," tegas Maqdir.
Diketahui dari berbagai sumber, sebelumnya alumni Universitas Islam Indonesia Yogyakarta mulai aktif membela hak-hak dari lawan-lawan hukum KPK dalam sebuah nota pembelaan (pledoi) kliennya Mohamad Iqbal yang merupakan terdakwa kasus suap Komisi Pengawas Persaingan Usaha pada tahun 2009.
Nota pembelaan tersebut berisi 167 halaman yang ia tulis bersama klien dan rekan-rekannya tersebut kemudian dibukukan dan diterbitkan pada tahun yang sama dibawah penerbit IQBALINDO.
Sementara dua pengacara Novanto, Fredrich Yunadi dan Otto Hasibuan memilih menyatakan mengundurkan diri dari kliennya pada Jumat (8/12/2017) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Meski tidak lagi berkomunikasi dengan keduanya sejak pengunduran diri mereka, Maqdir mengaku masih menjalin komunikasi dengan pengacara praperadilan Novanto, Ketut Mulya Arsana dan timnya terkait informasi-informasi yang ia dan timnya butuhkan.
Ia sendiri mengaku tidak pernah berbarengan ketika menjenguk kliennya di Rumah Tahanan (Rutan) KPK di Gedung Merah Putih, Kuningan Persada, Jakarta Selatan.
Maqdir juga mengungkapkan bahwa sejauh pertemuannya dengan Novanto, dirinya membatasi diri untuk membicarakan hal-hal di luar proses hukum seperti politik.
"Saya memang mencoba untuk tidak ikut urusan itu (politik). Karena urusan politik itu kan ada teman-teman di Golkar yang mengurusnya. Kedudukan beliau di Golkar sebagai ketua DPP atau kedudukan beliau sebagai Ketua DPR, saya nggak mikirin soal itu. Nggak sampai ilmu saya," ungkap Maqdir tertawa.