TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Haji Omar Said Tjokroaminoto pernah diundang memberikan amanat pada rapat dokter-dokter Jawa di Surabaya.
Rapat untuk memprotes diskriminasi pemerintah kolonial.
Dokter Jawa gajinya kalah besar dengan mantri jururawat Belanda.
Hadir juga dalam rapat tersebut polisi-polisi PID dan dokter Tarn, direktur Rumah Sakit CBZ Surabaya.
Giliran Pak Tjokroaminoto tiba.
Baca: Ini Kata Menkumham Soal Remisi Pertama Ahok
la naik mimbar dengan "... muka seperti singa, mata kanannya tidak berhenti berkejap-kejap, menandakan penuh buah pikiran dan isi dada yang hendak dilahirkan."
Hadirin menyambut riuh, rakyat di luar bergemuruh. Lalu sunyi, semua orang menahan napas.
Apa yang hendak diamanatkan oleh pemimpin rakyat tersebut?
"Kalau tuntutan Saudara-saudara dokter Jawa bangsa kita yang saya pandang adil itu tidak dikabulkan oleh pemerintah, maka saya nasehatkan kepada Saudara-saudara dokter bangsa kita, supaya serentak meletakkan jabatannya sebagai budak yang tak berharga. Terjunlah di kalangan masyarakat, pimpinlah rakyat di desa-desa dan terimalah menjadi "dukun" rakyat dengan pembayaran setalenan tiap-tiap pasien.... Terjunlah jadi dukunnya rakyat kaum tani di desa-desa."
Hadirin bersorak menyambut sambil bertepuk tangan riuh dan berteriak, "Betul, betul, jadi dukun saja Mas Dokter, jangan khawatir kelaparan."
Amanat Pak Tjokro tersebut sekaligus menunjukkan kepribadiannya.
Cinta rakyat, anti penindasan dan berani blak-blakan.
Baca: 5 Fakta Penculikan Anak di ITC Kuningan, Ibu Korban Tarik Kaki Anak dan Tak Berani Marahi Pelaku