Bu Tjokro mengerti perjuangan suaminya dan membantu sepenuhnya antara lain dengan berdiri menyelenggarakan rumah tangga sendiri.
Karena dari seorang pejuang seperti suaminya, tidak banyak yang dapat diharapkan di bidang materi.
Tiga orang utusan Sarekat Islam dari Solo pada bulan Mei 1912 bertamu ke rumah Pak Tjokro di Surabaya.
Mereka mengadakan pembicaraan mendalam tentang program organisasi. Pak Tjokro tertarik akan sifat kerakyatannya, "... mengangkat derajat rakyat agar menimbulkan kemakmuran, kesejahteraan dan kebesaran negeri."
Apalagi jiwa penggeraknya adalah api Islam yang menjala di dada rakyat.
Kontan Pak Tjokro menyanggupi.
Dalam waktu hanya dua bulan Sarekat Islam Surabaya sudah beranggotakan lebih dari 2.000 orang.
Untuk pertama kalinya Tjokro tampil di depan umum pada Kongres Sarekat Islam I di Kebun Raya Surabaya yang dihadiri oleh ribuan orang.
Pimpinan Kongres diserahkan kepada Tjokroaminoto.
Dengan tampangnya yang bregas, pandangan matanya yang tajam, bibirnya yang mengatupkan kemauan keras dan keahliannya berpidato, dia adalah benar-benar pemimpin rakyat yang diharapkan. Di depan ribuan rakyat tersebut dia berkata," Apabila rakyat sudah bangun dari tidurnya, tidaklah ada sesuatu yang dapat menghadapi pergerakannya."
Hal ini juga diakui oleh pihak Belanda. Tentang Kongres Sarekat Islam pertama itu, Encyclopedie van Nederlands Indie menulis:
"Kongres SI pertama ini adalah sebagai suatu wahyu bagi pergaulanhidup di Hindia. Pemuka-pemuka perhimpunan sedang menempatkan dirinya di antara pemerintah dan anak negeri, menurunkan derajat kebesaran pemerintah untuk menetapkan kebesarannya sendiri. Mereka mulai sadar akan tali perhubungan antara mereka itu bersama."
"The Uncrowned King of Java", raja Jawa tanpa mahkota telah lahir.
Tjokroaminoto pada bulan Maret 1913 terpilih menjadi Ketua Sarekat Islam dalam Kongres II di Solo.
SI benar-benar pergerakan rakyat.
Unsur nasionalisme, Islam dan kemudian marxisme masuk ke dalamnya.
Tokoh-tokoh seperti Semaun, Darsono, Tan Malaka pernah menjadi anggota Sarekat Islam.
Tetapi kemudian terpaksa keluar, karena SI melarang keanggotaan rangkap.
Ketiga pemuka tersebut di samping menjadi anggota SI juga anggota Indische Sociaal Democratische Vereniging yang kemudian berubah jadi Partai Komunis Indonesia (PKI).
Birnie adalah seorang Belanda, pengusaha perkebunan. Sehabis mendengarkan pidato Tjokroaminoto dan Abdul Muis dalam Volksraad, dia tertegun dan langsung bertanya, "Zijn ze werkelijk Javanenl" - Benarkah mereka itu orang-orang Jawa?
Bukan hanya lincah danberwibawa dalam suara, tetapi revolusioner dalam isi. Sebab tahun 1918 Tjokroaminoto berpidato di sidang Voksraad, "Jika pemerintah tidak hendak mengindahkan segala tuntutan itu dalam waktu lima tahun, maka Sarekat Islam sendiri yang kelak akan melaksanakannya."
Yang dituntut adalah perubahan Volksraad menjadi perwakilan rakyat yang sebenar-benarnya.
Bersama-sama Boedi Oetomo, Insulinde, ISDP, Tjokro membentuk Radicale Concentratie, penyusunan kekuatan bersama untuk memaksakan kehendak.
Dan ketika kehendaknya tak dipenuhi karena pemerintah kolonial tidak melaksanakan November Belofte, Pak Tjokro menyatakan keluar dari Volksraad. (Jakob Oetama)
Artikel ini telah tayang di Intisari dengan judul: Tjokroaminoto, Jago Berkelahi Tapi Cintanya Kepada Indonesia Tak Pernah Mati