TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Suasana kantor DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat sempat tegang, Kamis (21/12/2017) siang.
Awalnya sejumlah pengurus DPP dan DPW PPP hasil Muktamar Jakarta untuk bersilaturahmi dengan pengurus PPP kubu Romahurmuziy alias Romi.
Namun kehadiran mereka ditolak. Adu mulut pun sempat terjadi diantara dua kubu yang mengklaim sebagai kelompok PPP yang sah.
Wasekjen DPP PPP kubu Djan Faridz, Sudarto mengatakan, secara legal pihaknya lah yang seharusnya menempati kantor tersebut.
Dirinya mengecam keras sikap kubu Romi yang membayar preman dan aparat kepolisian untuk membekingi kantor tersebut.
"Bahkan ini keterlaluan menurut saya. Aparat pemerintah yang namanya kepolisian adalah aparat negara. Kita malu sebagai warga negara punya aparat kepolisian yang berpihak dan melindungi preman," kata Sudarto di depan Gedung DPP PPP.
Baca: Golkar Cabut Dukungan, Ridwan Kamil Kini Rajin Komunikasi dengan Parpol Pengusung
"Jelas ini cara-cara yang tidak baik, dan ini preseden buruk sebuah negara demokrasi," ujarnya.
Sementara itu, Ketua DPW PPP Provinsi Sumatra Utara, Aswan Jaya menegaskan tujuan pihaknya menyambangi kantor DPP PPP untuk berkonsolidasi dalam rangka persiapan Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.
"Kami tidak ingin membuat rusuh, kami tidak niat membuat rusuh. Kami mau konsolidasi, kami mau mempersiapkan PPP untuk menghadapi Pemilu 2019. Tapi kenapa kami tidak boleh masuk," katanya.
Namun pihaknya akan terus berjuang untuk merebut kembali kantor DPP PPP dari kubu Romi.
"Kami akan terus berusaha untuk mengambil alih kantor ini. Kami akan terus mengambil kantor ini sampai kami dapat. Kami akan konsolidasi kekuatan," katanya.
Tak mau membuat keributan, Aswan menegaskan pihaknya akan langsung melaporkan perbuatan yang didapatkan pihaknya ini kepada Ketua Umum PPP Djan Faridz.
"Ya kami akan laporkan apa yang kami terima ini kepada Ketua Umum kami bapak Haji Djan Faridz," kata Aswan.