News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Mantan Kepala BNN: Perang Melawan Narkotika dengan Senjata Rehabilitasi Sangat Mungkin Menang

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengungkapan kasus sabu di Tanjung Priok. Sepintas, unit yang dijadikan tempat industri rumahan pabrik narkotika tersebut, tidak ada yang berbeda dengan unit lainnya. Namun, setelah pintu unit yang berada di ujung lantai 16 dibuka, ternyata sudah ada banyak barang bukti yang diamankan polisi.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Jenderal Purnawirawan Anang Iskandar, mengakui banyak yang menyangsikan soal kemungkinan berperang dengan narkotika menggunakan dengan senjata rehabilitasi, bakal berhasil.

"Jawabannya, sangat mungkin memenangkannya. Kepastian jawaban ini tentu saja berangkat dari berbagai dasar ilmiah dan bukti sejarah," kata Anang kepada Tribunnews.com lewat pesan singkat di Jakarta, Kamis (21/12/2017).

Mantan Kabareskrim ini menjelaskan, faktanya, senjata rehabilitasi itu merupakan satu-satunya cara untuk pulih dari penyakit ketergantungan narkotika.
 
"Kedua, penyalahguna narkotika yang menjalani proses hukum, ditempatkan di lembaga rehabilitasi sesuai tingkat pemeriksaannya," kata Anang.

Sementara setiap hakim wajib memvonis dengan hukuman rehabilitasi, karena itu adalah amanat konvensi, amanat undang-undang dan amanat umat manusia untuk hidup sehat yaitu jauh dari segala macam penyakit termasuk penyakit ketergantungan.

Baca: Sejak Menjanda, Wanita Asal Jember Ini Jadi Sopir Truk Cabe untuk Hidupi Anak-anaknya

Baca: Cerita Tentang Juragan Sambal Bu Rudy yang Jatuh Cinta Pada Suzuki Carry

 
"Ketiga apabila penyalahguna sembuh, yang berarti tidak ada lagi penyalahguna, itu berati tidak akan ada demand atau permintaan. Maka secara otomatis pedagang narkotika ulung tikar karena tidak ada pembelinya," kata Anang.
 
Menurutnya, senjata rehabilitasi membuktikan keampuhannya untuk memenangi perang melawan narkotika. 

"Sebab rehabilitasi bukan sekadar memulihkan penyalahguna saja tapi juga dapat membuat bandar narkotika bangkrut selamanya," kata Anang.

Dirinya menjelasakan, secara teknis, narkotika adalah obat, bahan dan zat bukan makanan yang jika diminum, dihisap, dihirup, ditelan atau disuntik berpengaruh pada kerja otak. 

Sering kali juga menyebabkan penyakit ketergantungan. Jika kemudian seseorang sudah mengidap penyakit itu, mengakibatkan kerja otak berubah dan perubahan fungsi vital organ lain seperti jantung, peredaran darah, pernapasan, dan lain-lain.

Menurutnya, pada sisi lain, narkotika sebenarnya memang diperlukan untuk kepentingan kesehatan, ilmu pengetahuan dan teknologi. 

Tentunya dengan dosis tertentu dan diperuntukkan oleh dokter dalam menghilangkan rasa sakit.
 
"Maka sebenarnya, peredaran narkotikanya yang justru mesti diawasi secara ketat dengan aturan perundang-undangan. Sementara penyalahgunaan atau penggunaan tanpa resep dokter dan peredaran diluar ketentuan perundang-undangan, mesti dilarang oleh undang-undang narkotika kita," katanya.

Anang menyebutkan, semua penyalahgunaan dapat menyebabkan penyakit ketergantungan atau adiksi. 

"Sementara untuk penyembuhannya, memerlukan usaha yang serius untuk dapat kembali sehat. Mulai dari melalui proses detoksifikasi, proses sosial dan penanaman kembali nilai-nilai sosial yang hilang akibat adiksi," kata dosen pidana narkotika Universitas Trisakti ini.

Lebih lanjut Anang menjelaskan, menurut UU Narkotika Indonesia, penyalahgunaan narkotika secara garis besar terbagi menjadi dua tipe. 

"Tipe pertama yaitu penyalahguna untuk diri sendiri dan penyalahguna untuk diedarkan. Tipe kedua yang memang perlu diperangi meski dengan cara yang berbeda, bukan melalui rehabilitasi," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini