TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi yang akrab disapa Kak Seto angkat bicara mengenai kejahatan seksual oleh guru terhadap 25 anak di Tangerang.
"Kasus ini pertama kali masuk ke Lembaga Perlindungan Anak Indonesia sekitar dua pekan lalu. LPAI sudah meneruskannya ke LPA Banten yang diketuai oleh Iip Safrudin," kata Kak Seto dalam keterangan tertulis, Jumat (5/1/2018).
Baca: Modus Miliki Ajian Semar Mesem, Guru SD Cabuli 25 Anak, Begini Kronologinya
Menurut Kak Seto, kasus tersebut menambah bukti positif bahwa seluruh masyarakat kian tangguh menghadapi kejahatan seksual terhadap anak.
"Masyarakat melaporkan, media memberitakan, polisi melakukan penindakan," kata Kak Seto.
Publik, kata Kak Seto, sering menyebutkan anak akan menderita akibat kejahatan tersebut.
"Tapi berapa sesungguhnya nilai penderitaan? Tentu tak terperi. Namun LPAI, pada workshop di Amerika Serikat, menemukan bhw kerugian per anak adalah sekitar US$ 180,000. Silakan kalikan dengan jumlah anak yang menjadi korban di sini," kata Kak Seto.
Baca: Ini 3 Kasus Terbesar yang Menjerat Para Hakim, Salah Satunya Perselingkuhan
Kak Seto mengingatkan besarnya kerugian yang dialami sehingga seluruh pihak sepatutnya tidak berkutat hanya pada perlakuan terhadap pelaku.
Namun, harus dipikirkan yang harus diperbuat terhadap korban.
"Jawabannya adalah restitusi. Seiring dengan keluarnya PP tentang Restitusi bbrp waktu lalu, LPAI menyemangati Polres untuk sejak tahap penyidikan juga mulai memproses pengajuan restitusi bagi para korban," kata Kak Seto.
Sebelumnya, Polresta Tangerang mengungkap kasus phedophilia dengan korban 25 anak.
Pelaku berinisial WS alias Babeh sehari-hari berprofesi sebagai guru honorer di salah satu SD kawasan Rajeg.
Kapolres Kota Tangerang Kombes Pol H.M. Sabilul Alif menuturkan pengungkapan kasus itu berawal dari pesan singkat yang diterimanya dari masyarakat yang melaporkan kasus kekerasan seksual kepada anak atau pedofilia.
Berawal dari SMS itu, Sabilul memerintahkan Kasat Reskrim Kompol Wiwin Setiawan untuk melakukan penyelidikan dan menindaklanjuti informasi itu.
"Peristiwa ini tidak langsung diekspos mengingat kepentingan penyelidikan termasuk untuk menyelidiki anak-anak lain yang turut menjadi korban," kata Sabilul dalam keterangan tertulis, Kamis (4/1/2018).
Selain itu, kata Sabilul, pertimbangan lain kasus ini tidak langsung diekspos adalah untuk melindungi hak-hak anak yang di dalamnya termasuk faktor psikologis anak.
"Tidak hanya itu, penanganan komprehensif juga agar tersangka tidak diamuk massa," kata Sabilul.