TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menyusul mantan kliennya menghuni tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Itulah Fredrich Yunadi, pengacara yang dituduh menghalang-halangi penyidikan perkara korupsi tersangka Setya Novanto.
Fredrich keluar dari gedung KPK mengenakan baju tahanan warna oranye sekira pukul 11.05 WIB, Sabtu (13/1/2018), setelah malam sebelumnya ditangkap penyidik.
Tak terima pada penahanan itu, Fredrich merasa dibumihanguskan oleh KPK dan mengaku tak melakukan kesalahan seperti yang dituduhkan.
Ia ditahan selama 20 hari pertama di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cabang Gedung KPK.
"Saya sebagai seorang advokat melakukan tugas dan kewajiban saya membela Pak Setya Novanto. Saya difitnah katanya melakukan pelanggaran," kata Fredrich ketika ditemui di halaman gedung KPK sebelum dibawa ke tahanan.
Dalam kesempatan itu Fredrich juga menuding KPK melakukan bumi hangus terhadap dirinya.
Baca: La Nyalla Laporkan Oknum Politisi Gerindra ke KPK dan Polri
"Namun sekarang saya dibumihanguskan, adalah suatu pekerjaan yang diperkirakan ingin menghabisi profesi advokat. Hari ini saya diperlakukan begini oleh KPK, berarti semua advokat akan diperlakukan serupa. Ini akan diikuti oleh kepolisian maupun jaksa. Jadi advokat sedikit-sedikit disebut menghalangi," ungkap Fredrich.
Ia menyebut seorang anak buahnya mendapat ancaman saat KPK melakukan penggeledahan di kantornya pada Kamis (11/1/2018) lalu.
"Anak buah saya mengirim foto ada orang KPK melakukan penggeledahan. Anak buah saya cewek dapat ancaman katanya ia menghambat penyidikan dan bisa dijerat pasal 21," cerita Fredrich.
Fredrich membantah melakukan skenario untuk menghalangi penyidikan Setya Novanto dalam dalam kasus korupsi proyek KTP elektronik.
"Sama sekali tidak ada, buktikan, itu permainan. Tidak ada itu. Ini namanya skenario ingin membumihanguskan, bohong semua," ungkap Fredrich.
Ia juga mempertanyakan penangkapan terhadap dirinya.
"Yang jelas satu, sekarang ya saya baru tidak memenuhi surat panggilan pertama untuk datang pukul 10.00 tetapi pukul 08.00 (malam) sudah datang untuk jemput paksa. Belum sampai 24 jam. Penangkapan itu seharusnya setelah dua kali panggilan, ini satu kali panggilan saja belum selesai," kata Fredrich.
Fredrich tiba di gedung KPK pada Sabtu dini hari, sekira pukul 00.08 WIB dikawal oleh penyidik KPK Ambarita Damanik dan sejumlah petugas lainnya.
Ia mengenakan kaus hitam, celana jins, sepatu hitam.
Baca: Al Khaththath Protes Rekomendasi Para Ulama Presidium 212 Tak Digubris Gerindra, PAN dan PKS
Bukan Jemput Paksa
Sebelumnya, Jumat malam, KPK menahan dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo, seusai diperiksa sebagai tersangka ikut menghalang-halangi proses penyidikan Setya Novanto.
Bimanesh Sutarjo (dokter spesialis penyakit dalam, konsultan ginjal, dan hipertensi) menghuni Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur untuk masa 20 hari pertama.
Bimanesh merupakan dokter yang merawat Setya Novanto setelah mantan Ketua DPR mengalami 'kecelakaan' di kawasan Permata Hijau, Jakarta.
Fredrich dan Bimanesh diduga bekerja sama memalsukan rekam medis Setya Novanto sehingga perlu dilakukan rawat inap untuk menghindari panggilan dan pemeriksaan penyidik KPK.
Hasil penyidikan menunjukkan, Fredrich menyewa satu lantai di RS Medika Permata Hijau, sebelum Setya Novanto mengalami 'kecelakaan'.
"KPK melakukan penangkapan, bukan jemput paksa terhadap Fredrich Yunadi karena yang bersangkutan diduga keras melakukan tindak pidana," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Sabtu dini hari.
Diungkapkan, KPK sudah lakukan pemanggilan secara patut terhadap Fredrich untuk hadir diperiksa sebagai tersangka pada Jumat.
"Kami sudah ingatkan agar datang. Penyidik telah menunggu sampai hari kerja berakhir di Jumat ini. Setelah itu, diputuskan untuk melakukan pencarian FY (Fredrich Yunadi) di beberapa lokasi di Jakarta hingga ditemukan di sebuah tempat di Jakarta Selatan," ucap Febri.
Tim melakukan pencarian dengan membawa surat perintah penangkapan.
Mengutip pasal 17 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Febri menambahkan, "Perintah penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup." (tribunnetwork/abdul qodiq/theresia felisiani)