TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Hanura perlu kembali ke khitah dalam menghadapi Pemilu 2019.
Demikian dikatakan Direktur Eksekutif Lembaga Survei Nasional (LSN), Umar S Bakry.
Menurutnya, agar tetap eksis dan memperoleh suara signifikan dalam Pileg 2019, Hanura harus kembali ke jati dirinya sebagai partai yang bersih, transparan, dan kekeluargaan.
"Gonjang ganjing yang terjadi di Hanura saat ini menjadi momentum yang paling tepat untuk mengembalikan posisi Hanura sebagai partai yang diperhitungkan eksistensinya dalam percaturan politik nasional. Jika tidak, Hanura dapat terpuruk dalam kontestasi Pemilu 2019 nanti," kata Umar saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (16/1/2018).
Baca: Wiranto Ingin Segera Selesaikan Kisruh Hanura
Umar menuturkan, sebagai pengamat dan penggiat survei opini publik, dirinya tidak ada urusan dengan siapa yang salah dan siapa yang benar dalam kemelut yang terjadi di Hanura akhir-akhir ini.
Namun berdasarkan trend opini publik yang ditemukan dalam survei-survei LSN menunjukkan bahwa citra Partai Hanura dalam setahun terakhir cenderung merosot.
"Elektablitas Partai Hanura sejak dipimpin Oesman Sapta Odang (OSO) juga anjlok drastis jika dibandingkan dengan perolehan suara partai ini pada Pemilu 2014," tuturnya.
Masih kata Umar, menjelang Pemilu 2014, Partai Hanura dipersepsikan publik sebagai partai paling bersih. Ini merupakan modal sosial yang sangat berharga untuk pengembangan Partai Hanura di masa depan.
Baca: Wasekjen Hanura Minta Kader Beri Kesempatan OSO Tingkatkan Elektabilitas Partai
Namun kini citra partai bersih tersebut tidak lagi melekat pada Partai Hanura.
Yang lebih parah, belakangan ini Partai Hanura tidak saja kehilangan simpati publik, tapi juga kehilangan kepercayaan dari para kadernya sendiri.
"Adanya gerakan perlawanan dari mayoritas pengurus DPP, 27 DPD, dan lebih dari 400 DPC akhir-akhir ini mengindikasikan bahwa DPP Partai Hanura di bawah kepemimpinan OSO telah kehilangan legitimasi dari para kadernya sendiri," ujarnya.
Masih kata Umar, berdasarkan survei LSN dan berbagai lembaga riset mainstream lainnya terlihat bahwa elektabilitas Partai Hanura dalam sejak setahun yang lalu tidak pernah menembus angka dua persen.
Bahkan elektabilitas Partai Hanura sudah disalip partai baru seperti Perindo.
Jika trend negatif ini tidak disikapi secara serius oleh seluruh jajaran Partai Hanura, bukan tidak mungkin partai ini akan tereliminasi dalam Pemilu 2019 nanti karena gagal mencapai parliamentary threshold sebesar empat persen.
Sebab itu, untuk mengamankan posisi Partai Hanura pada Pemilu 2019, seluruh share holder partai ini perlu kembali ke khitah, ke jati dirinya sebagai bagai partai bersih, transparan, dan kekeluargaan.
Mengacu pada hasil-hasil survei yang ada, Partai Hanura di bawah kepemimpinan Oesman Sapta tampaknya tidak menjanjikan prospek yang baik.
"Sejarah telah membuktikan bahwa track record Oesman Sapta dalam perpolitikan selalu diwarnai dengan kegagalan," ucapnya.
Sebagai contoh, pada saat memimpin Partai Persatuan Daerah (PPD) pada Pemilu 2004 dan 2009, gagal mengantarkan partai tersebut ke Parlemen.
Bahkan saat memimpin Partai Persatuan Nasional (PPN) menjelang Pemilu 2014, Oesman Sapta gagal mengantarkan partai gabungan 12 parpol tersebut menjadi peserta Pemilu 2014.
"Benar kata Ketua Dewan Pembina Partai Hanura Wiranto, bahwa kemelut yang terjadi di Hanura harus diselesaikan dengan mengacu pada AD/ART partai yang telah disepakati. Namun setiap upaya penyelesaian krisis partai yang terjadi saat ini akan lebih elok dan produktif apabila berorientasi pada khitah Partai Hanura sebagai partai bersih, transparan, dan kekeluargaan," tandasnya.