TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konflik internal dapat berdampak buruk bagi Partai Hanura.
Bukan tidak mungkin, partai yang berdiri pada tahun 2006 itu absen di Pemilu 2019.
"Kalau ada dualisme kepengurusan, partai Hanura terancam tidak bisa mengikuti pemilu 2019. Besar kecilnya ditentukan seberapa ngotot masing-masing pihak berkonflik," tutur pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta, Ubaidillah Badrun, Selasa (16/1/2018).
Baca: Fredrich Yunadi Pesan Kamar Kosong RS Medika untuk Ajudan Setya Novanto
Dia menjelaskan akibat dari mosi tidak percaya terhadap Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO), yang berujung pemberhentian, adalah dualisme partai politik.
Terlebih, pemberhentian ini dibalas oleh kubu OSO memecat Sekjen Hanura, Sarifuddin Sudding.
Sudding merupakan salah satu petinggi Hanura yang terlibat dalam pemberhentian OSO.
"Jika perseteruan tidak usai, ada kemungkinan Hanura pecah, ada dualisme kepemimpinan," kata dia.
Baca: Hadapi Pemilu 2019, Hanura Diminta Kembali ke Khitah
Menurut dia, kemungkinan itu sangat terbuka lantaran adanya dugaan dukungan dari sejumlah pendiri partai, termasuk Ketua Dewan Pembina Hanura, Wiranto terhadap pemberhentian OSO sebagai Ketum Hanura.
Mosi tidak percaya yang berujung pemberhentian OSO ini tidak akan terjadi tanpa adanya dukungan dari Wiranto cs.
"Sepertinya akan ada tarik menarik antara Wiranto dan OSO, sebab mayoritas DPD nampaknya menghendaki Wiranto kembali menjadi Ketua Umum untuk menyelamatkan kisruh Hanura," tambahnya.