TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Ali Sadli memiliki firasat akan berurusan dengan hukum saat menangani audit Laporan Hasil Keuangan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi tahun anggaran 2016.
Mantan kepala Sub Auditorat III Auditorat Keuangan Negara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI itu mengaku tidak terlalu terkejut ketika Tim Satgas KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di kantor BPK RI pada 26 Mei 2017.
Saat itu dia baru saja menerima uang Rp 40 juta dari Jarot Budi Prabowo saat menjabat sebagai kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan pada Inspektorat Jenderal Kemendes PDTT.
Baca: Elit Hanura: Pak Wiranto Harus Bersikap Tegas Tidak Abu-abu
"Memang saya akui sebelum saya di-OTT itu saya punya perasaan tidak enak. Bahkan saat petugas KPK masuk pun itu rasanya saya tidak terlalu terkejut karena saya punya feeling," kata Ali Sadli saat dihadirkan sebgai saksi untuk terdakwa Rochmadi Saptogiri di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (17/1/2018).
Tanda-tanda ditangkap KPK itu juga sebenarnya telah dia ungkapkan kepada Jarot.
Saat itu, Ali mengatakan agar dirinya tidak dibawa jika tenyata pemberian uang itu berbuntut hukum.
Apalagi, kata Ali, dia tidak pernah meminta uang.
Baca: Perludem: Mahar Politik Seperti Kentut, Bau Busuk Tapi Tak Ada yang Mengaku
Bahkan sebelum ditangkap KPK, Ali Sadli mengaku pernah berbincang dengan Kepala Sekretariat BPK RI Sri Rahayu.
Saat itu, dia bercerita masih dihormati orang karena perbuatan buruknya belum ketahuan.
"Mbak, ini saya ini masih dihormati orang karena belum dibuka aibnya," kata Ali menirukan kembali ucapannya.
Uang Rp 40 juta itu merupakan bagian commitment fee RP 240 juta antara auditor BPK dengan Kemendes PDTT agar diberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
KPK juga turut menangkap Auditor Utama Keuangan Negara III Badan Pemeriksa Keuangan RI Rochmadi Saptogiri di BPK RI dan menangkap Inspektur Jenderal Kemendes PDTT Sugito di kantornya.
Sekadar informasi, Rochmadi Saptogiri didakwa bersama-sama Ali Sadli menerima hadiah atau janji yakni berupa uang dari Sugito selaku Inspektur Jenderal Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi sebesar Rp 240 juta.
Uang tersebut agar menentukan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Kemendes PDTT Tahun anggaran 2016.
Rochmadi dan Ali Sadli juga menjadi terdakwa gratifikasi dan pidana pencucian uang.