Dari hasil penggerebekan 98 calon pekerja migran illegal di Pondok Kopi, Kamis (18/1/2018), Polda Metro Jaya dan Kementerian Ketenagakerjaan mencurigai adanya tidak pidana human trafficking. Kecurigaan ini semakin menguat, setelah para TKI yang “dititipkan” di Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKLN) Restu Putri Indonesia ini selesai diperiksa.
Hasil pemeriksaan menemukan bahwa para korban tidak memiliki barang bukti seperti paspor dan KTP.
"Dari tadi kita cek, tidak ada paspor, tidak ada KTP. Semua ini hanya berdasarkan pengakuan para korban, makanya kami bingung," ujar Kasubdit Perlindungan TKI Kemenaker, Yuli Adi Ranto, di TKP penggerebekan, Jalan Robusta, Blok Q7 Pondok Kopi, Jakarta Timur, Kamis (18/1/2018).
Yuli menjelaskan bahwa para korban mengaku telah dilatih untuk dikirimkan menjadi pembantu rumah tangga di Timur Tengah dan Asia Pasifik. Hal ini bertentangan dengan larangan Kemenaker yang telah melarang pengiriman TKI ke Timur Tengah sejak 2015 lalu.
“Jadi setiap ada pengiriman ke sana, dapat dipastikan itu illegal,” ujar Yuli.
Lebih lanjut Yuli mengatakan bahwa pihaknya akan terus menyelidiki dugaan human trafficking dalam kasus ini. Sementara itu, pemilik BLKLN Restu Putri Indonesia, Hirni Sudarti mengakui tidak mengetahui bahwa ada TKI illegal di Balai Pelatihan miliknya.
"Terus terang saya enggak tahu siapa yang bawa mereka ke sini. Ini yang nerima pegawai saya. Kata pegawai, mereka cuma dititipkan dua-tiga hari. Dan sejak 3 hari lalu, saya di Medan, hari ini juga sedang rapat. Saya datang telat ini," ujar Hirni.
Ada sekitar 98 korban dalam kasus ini, 81 orang diantaranya direncanakan akan diberangkatkan ke Timur Tengah oleh sponsor. Ke-81 orang tersebut kini telah dititipkan sementara di Rumah Perlindungan dan Trauma Center (RPTC) Kementerian Sosial, sementara sisanya masih berada di BLKLN Restu Putri Indonesia. (*)