TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Walikota Mojokerto, Masud Yunus, kembali menjalani pemeriksaan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus dugaan suap pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2017 di Dinas PUPR Kota Mojokerto.
Pemeriksaan kali ini merupakan yang ketiga kalinya setelah sebelumnya dilakukan pada 4 Desember 2017 dan Jumat 12 Januari 2018.
Namun hingga pemeriksaan ketiga, KPK belum juga melakukan penahanan terhadap Masud. Meski begitu, namun Masud mengaku siap jika KPK melakukan penahanan terhadap dirinya.
"Ya kita ikuti proses hukum saja sebagai warga negara taat hukum saya akan taati," ujar Masud setelah keluar dari Gedung KPK, Jln Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (23/1/2018).
Pada pemeriksaan kali ini, Masud mengaku mendapatkan 25 pertanyaan dari penyidik KPK. Dirinya mengaku telah memberikan informasi apapun yang terkait dengan kasus yang menjeratnya.
"Sudah saya jawab semuanya yang saya tahu apa yang saya dengar dan alami," jelas Masud.
Diketahui, ā€ˇpenetapan Masud Yunus sebagai tersangka bermula dari KPK yang menemukan bukti baru atas dugaan turut serta Masud Yunus menyetujui Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Mojokerto, Wiwiet Febryanto (WP) memberikan sejumlah uang kepada pimpinan DPRD Kota Mojokerto.
Dalam perkara ini, sebelumnya penyidik telah memproses Wiwiet dan tiga anggota DPRD Kota Mojokerto, yakni Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo, Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani dan Umar Faruq.
Akhirnya pada 17 November 2017,KPK mengeluarkan Surat perintah penyidikan untuk Masud sebagai tersangka. Atas perbuatannya, Masud Yunus disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.