News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi KTP Elektronik

SBY Ogah Proyek e-KTP Dihentikan

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Wakil Ketua Banggar DPR Periode 2010-2012 Mirwan Amir dihadirkan saat sidang lanjutan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik dengan terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (25/1/2018). Sidang tersebut beragenda mendengarkan keterang saksi dari Mirwan Amir, Irman, Sugiharto, Yusnan Solihin dan Aditya Priyadi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Mirwan Amir mengatakan, pernah menyarankan kepada Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) agar proyek pengadaan e-KTP di Kementerian Dalam Negeri tidak dilanjutkan.

Pernyataan itu disampaikan Mirwan Amit saat bersaksi bagi terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (25/1/2018) kemarin.

Hal ini dilakukan Mirwan atas saran dari rekannya Yusnan Solihin, bahwa proyek e-KTP bermasalah dan Yusnan paham betul soal teknis e-KTP.

"Saya sudah sampaikan itu, tapi kan saya tidak punya kekuatan untuk menyetop e-KTP. Paling tidak sudah saya sampaikan," kata Mirwan Amir di Pengadilan Tipikor.

Selain itu, Mirwan juga mengaku menyampaikan saran itu langsung kepada SBY di Cikeas, ketika proyek e-KTP tersebut masih dalam tahap persiapan.

"Pernah saya sampaikan (kepada SBY), bahwa program e-KTP ini lebih baik tidak dilanjutkan. Maka dari itu Pak Yusnan membuat surat yang ditujukan kepada pemerintahan pemenang pemilu 2009 dan saya juga percaya dengan Pak Yusnan kalau memang program ini tidak baik jangan dilanjutkan," ujarnya.

Baca: Plt Sekda Jambi Yakin Zumi Zola Seminggu Lagi Menyusul Jadi Tersangka

Diketahui Pemenang Pemilu 2009 adalah Partai Demokrat. Sementara itu SBY juga terpilih kembali menjadi presiden didampingi Boediono yang menjadi wakilnya.

Mirwan melanjutkan, setelah mendengarkan sarannya, SBY menginginkan proyek yang ditaksir merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun itu tetap diteruskan karena proyek pengadaan e-KTP ini dibuat untuk menghadapi Pilkada.

"Tanggapan dari Bapak SBY bahwa ini kita untuk menuju Pilkada. Jadi poyek ini harus diteruskan," kata Mirwan, yang kini menjadi Ketua DPP Hanura.

Hal serupa juga dikatakan Kuasa hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail.

Ia menyatakan pihaknya akan menelusuri permasalahan dalam kasus pengadaan proyek e-KTP. Menurutnya, program tersebut diajukan saat pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Yang kami mau coba fokus itu, program ini adalah program pemerintah ya kan, pemerintah yang memenangkan pemilu (2009-2014) itu," tegas Maqdir.

Maqdir melanjutkan pihaknya ingin mencari tahu pesan-pesan khusus dari SBY kepada Mirwan.

Ini bermula dari keterangan Mirwan Amir di Pengadilan Tipikor yang mengatakan SBY pernah menyampaikan agar proyek KTP elektronik dilanjutkan.

Baca: Dua Pemandu Lagu Kepergok Berhubungan Badan dengan Tamunya ketika Polisi Gerebek Tempat Karaoke

Menurut Maqdir, yang lebih penting adalah apakah dakwaan Setya Novanto yang disebut mengintervensi proyek KTP elektronik ini terbukti atau tidak.

Menurutnya, sejauh ini proyek e-KTP merupakan kesepakatan pemerintah bersama-sama dengan Komisi II yang tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun.

Ditambah lagi, kesepakatan tersebut juga disetujui oleh Badan Anggaran (Banggar) bersama-sama dengan Kementerian Keuangan.

Sehingga dakwaan Setya Novanto soal intervensi tidak masuk akal.

Terdakwa kasus korupsi pengadaan KTP elektronik Setya Novanto menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (25/1/2018). Sidang tersebut beragenda mendengarkan keterang saksi dari Mirwan Amir, Irman, Sugiharto, Yusnan Solihin dan Aditya Priyadi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

"Kalau seperti dalam dakwaan sekarang itu bisa terjadi atau disetujui proyek ini karena intervensinya Setya Novanto, ini jadi tidak masuk di akal. Ini yang kami pertanyakan," katanya.

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Roy Suryo enggan menanggapi terkait penyebutan nama Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam kesaksian mantan Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Mirwan Amir bagi terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tipikor.

Saat dikonfirmasi Tribun melalui pesan singkat Whatsapp, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) itu meminta agar pertanyaan mengenai Ketua Umum Partai Demokrat itu diajukan ke bagian hukum partainya saja.

Baca: Polisi Selidiki Dua Laporan Lain Terhadap Sandiaga Selain Kasus Penggelapan

Karena menurutnya, dirinya bukan orang yang tepat untuk menjawab hal tersebut.

"Silakan kontak bagian Hukum PD yang lebih tepat menjawab hal ini, terima kasih," ujar Roy.

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Syarief Hasan akhirnya angkat bicara soal disebutnya nama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam sidang korupsi KTP elektronik.

Menurut Syarief, SBY meminta melanjutkan proyek KTP elektronik karena merupakan program pemerintah.

Yang salah, menurut Syarief bukan proyek KTP elektroniknya melainkan pelaku korupsinya.

"Kan begini proyek e-kTP itu program pemerintah, kan yang dipermasalahkan kenapa korupsi, nah itu beda," paparnya.

Syarief mencontohkan program pembuatan jalan oleh pemerintah. Menurutnya tidak ada yang salah dalam proyek jalan tersebut. Proyek baru bermasalah apabila dikorupsi.

"Mana tahu (SBY) yang salah itu yang korupsi," katanya.

Menurutnya mengaitkan SBY dengan perkara KTP elektronik merupakan fitnah. Mengaitkan Demokrat dengan proyek tersebut sangat bermuatan politis.

"Itu politis itu, itu fitnah," katanya.

Terdakwa kasus korupsi pengadaan KTP elektronik Setya Novanto menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (25/1/2018). Sidang tersebut beragenda mendengarkan keterang saksi dari Mirwan Amir, Irman, Sugiharto, Yusnan Solihin dan Aditya Priyadi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Gamawan Marah
Mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman, mengaku pernah melaporkan kepada Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi bahwa pejabat Kemendagri akan mendapat Rp 78 miliar.

Namun saat mendengar hal itu, menurut Irman, Gamawan hanya diam saja, tanpa merespons.

"Pak Gamawan tidak ada komentar soal itu," kata Irman kepada majelis hakim saat sidang.

Awalnya, menurut Irman, dia dan Direktur Pengelola Administrasi Kependudukan Sugiharto, dipanggil menghadap Gamawan.

Saat itu, Gamawan marah besar, karena menurut Sekjen Kemendagri, Sugiharto menerima uang Rp 78 miliar.

Uang itu disebut berasal dari pengusaha pelaksana proyek e-KTP Andi Agustinus alias Andi Narogong. Irman kemudian menemui Andi dan mengonfirmasi hal tersebut.

Menurut Irman, Andi mengatakan pemberian Rp 78 miliar itu baru sebatas rencana.

Setelah proyek e-KTP selesai, Andi berjanji akan memberi pihak Kemendagri sebesar Rp 78 miliar.

Hal itu kemudian dilaporkan kepada Gamawan Fauzi.

Anggota majelis hakim, Ansyori Saifudin sempat merasa heran. Sebab, Gamawan tidak merespons saat diberi tahu bahwa pihak Kemendagri akan mendapat uang.

"Seharusnya kan Pak Menteri bersikap. Itu kan dilarang juga terima uang. Artinya Gamawan juga tahu soal itu," kata hakim Ansyori. (Tribun Network/taufik ismail/fitri wulandari/theresia felisiani/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini