Sebelumnya, Nofel Hasan didakwa telah menerima SGD 104.500 atau sekitar Rp 1,045 miliar terkait kasus pengadaan satelit monitoring di Bakamla. Uang tersebut diterima Nofel dari Fahmi Darmawansyah.
Penerimaan terhadap Nofel juga berbarengan dengan penerimaan terhadap Eko Susilo Hadi dan Bambang Udoyo. Nofel juga disebut telah menyusun dan mengajukan anggaran pengadaan satelit monitoring Bakamla pada APBNP 2016.
Dalam dakwaan juga dijelaskan, Nofel bersama dengan Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi selaku staf khusus bidang Perencanaan dan Anggaran Kepala Bakamla Arie Soedwo membuat anggaran pengadaan satelit monitoring senilai Rp 402,71 miliar dan drone senilai Rp 580,468 miliar.
Ali Fahmi pada bulan Maret 2016, datang ke kantor PT Merial Esa dan bertemu Fahmi Darmawansyah selaku dirut perusahan tersebut didampingi Muhammad Adami Okta sebagai orang kepercayaan.
Ali Fahmi menawarkan kepada Fahmi untuk 'main proyek' di Bakamla dan jika bersedia maka Fahmi Darmawansyah harus memberikanfee sebesar 15 persen dari nilai pengadaan.
Ali Fahmi lalu memberitahukan pengadaan monitoring satellite senilai Rp 400 miliar dan Ali meminta uang muka enam persen dari nilai anggaran tersebut.
Untuk pelelangan, Fahmi menggunakan PT Merial Esa. Sedangkan, untuk pengadaan monitoring satellite, Fahmi menggunakan PT Melati Technofo Indonesia (MTI) yang sudah dikenalikan oleh Fahmi.
Dia lalu mempercayakan Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus untuk mengurus proses pengadaan di Bakamla tersebut.
Atas perbuatannya, Nofel Hasan didakwa berdasarkan pasal 12 huruf b atau pasal UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.