TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diminta serius untuk menyusun ratusan pasal yang ada di dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
"Pesan saya ke bapak dan ibu di DPR, serius lah urus RKUHP ini. Jangan visi dibagi berdasarkan divisi pemilu," tegas wartawan senior, Hamid Basyaib dalam diskusi bertema RKUHP Ancam Demokrasi? , Sabtu (3/2/2018) di Menteng, Jakarta Pusat.
Hamid Basyaib melanjutkan dalam menyusun RKUHP, dibutuhkan legal drafting yang harus sungguh-sungguh memperbatikan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.
Termasuk para legal drafting ini harus paham betul cara penyusunan rancangan peraturan sesuai tuntutan, teori, asas hingga kaidah perancangan peraturan perundang-undangan.
"Diperlukan legal drafting, mereka yang mampu buat Undang-Undang. Ini adalah kemampuan khusus, para profesor hukum kita belum tentu mampu," ungkap Hamid.
Baca: Fahri Hamzah Beri Kartu Merah untuk Pemerintahan Jokowi
Hal itu juga diamini oleh Ahli Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, dia mengingatkan pula agar DPR lebih hati-hati dalam menyusun revisi RKUHP. Sebab RKUHP bukanlah undang-undang biasa.
"Ini suatu KUHP, bukan undang-undang biasa. Karakter KUHP jelas berbeda dengan Undang-Undang biasa," tegasnya.
Bivitri juga berpesan jika ada pasal yang mengancam demokrasi, dia meminta tidak dimasukkan dalam KUHP, satu diantaranya pasal yang dimaksud adalah penghinaan presiden. Sebab pasal penghinaan presiden telah dihapus oleh Mahkamah Konstitusi pada 2006 silam.
"Kalau memang bisa dihentikan, lebih baik dihentikan sekarang. Apalagi DPR akan memasuki masa reses," katanya.