Kata dia, meski tidak ada gubernur, kemarin, dia bekerja dari pagi hingga pukul 02.00 WIB.
Sebab di meja kerjanya menumpuk surat menyurat yang akan dilihat dan ditandatangani.
"Jadi, kalau lihat mata saya ini merah ini saya mengerjakan surat," kata Dianto.
Maka dari itu, artinya, roda Pemerintahan Provinsi Jambi tetap berjalan. Hanya saja beberapa hal terganggu.
Yaitu tentang hak prerogatif yang tidak boleh diambil alih, kecuali sudah dilimpahkan kepada orang lain.
Pertama, masalah kepegawaian, masalah keuangan dan masalah politik. Masalah kepegawaian yang terganggu mungkin saat ini seluruh SMA dan SMK sudah ditangani oleh provinsi.
Mungkin banyak guru-guru yang hendak pindah dari suatu daerah seperti dari Muarojambi ke Batanghari, guru yang dari Kerinci mau balik ke Kerinci atau dari Kerinci pindah ke sungai penuh.
Dan itu harus diputuskan gubernur.
"Masalah keuangan sudah dilimpahkan ke Bakeuda, jadi masalah keuangan tidak masalah kecuali pelimpahan persetujuan pegawai harus persetujuan gubernur," kata Dianto.
Indonesian Corruption Watch (ICW) memuji keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Jambi, Zumi Zola menjadi tersangka dalam kasus suap pembahasan RAPBD 2018 di Provinsi Jambi.
Karena Koordinator Divisi Investigasi ICW, Febri Hendri yakin, KPK sudah mengantongi bukti kuat dan valid sebelum menetapkan Zumi Zola menjadi tersangka.
"Penetapan tersangka Zumi Zola oleh KPK pantas diapresiasi. Kami yakin bahwa KPK telah memiliki minimal dua alat bukti sebagai dasar penetapan tersangka," ujar Febri.
Di sisi lain, ICW menyayangkan penetapan Gubernur Jambi sebagai tersangka. Karena seharusnya korupsi di tingkat Pemerintah Provinsi berhenti atau tidak terjadi lagi setelah banyak Gubernur dan mantan Gubernur yang terseret kasus korupsi.
"Semoga Zumi Zola adalah gubernur terakhir yang jadi tersangka korupsi. KPK perlu melakukan langkah perbaikan dan pencegahan korupsi di tubuh Pemprov Jambi," ucapnya. (Tribun Network/fahdi fahlevi/amriyono/wly)