TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) membantah secara tegas tudingan sejumlah pihak yang menyebut parlemen kini menjelma sebagai lembaga anti kritik usai disahkannya Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Ia menekankan lembaga yang kini dipimpinnya itu tetap membutuhkan kritisi dari masyarakat maupun awak media.
"Tidak benar kalau ada yang menilai DPR anti kritik, saya tegaskan sekali lagi, DPR butuh kritik," ujar Bamsoet, Kamis (15/2/2018).
Bahkan mantan Ketua Komisi III tersebut berani mempertaruhkan jabatan yang baru saja diembannya.
Jika masyarakat maupun awak media dipidana lantaran mengkritisi kinerja anggota dewan.
"Saya pertaruhkan jabatan saya, kalau ada rakyat termasuk wartawan yang kritik DPR, lalu di jebloskan ke penjara," tegas Bamsoet.
Baca: Setya Novanto Pernah Tugaskan Kurirnya Tukar Uang Rp 2,5 Miliar
Menurutnya, kritikan merupakan vitamin yang harius terus diberikan, agar kinerja DPR selalu 'sehat'.
"Sebab, kritik bagi saya itu vitamin," kata Bamsoet.
Usai disahkannya UU MD3, sejumlah pengamat pun menilai DPR tengah mencari keuntungan dari pengesahan itu.
Seperti yang disampaikan Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus.
Ia menilai Revisi Undang-undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (RUU MD3) ditunggangi sejumlah kepentingan politik.
Menurutnya sebelum disahkan, dalam RUU MD3 tersebut dimasukkan sejumlah pasal yang diklaim hanya bertujuan untuk menguntungkan DPR.
Penambahan pasal-pasal itu diantaranya hak imunitas, seperti upaya pemanggilan paksa.
"Ini menunjukkan sejak awal dengan revisi ini, hasilnya menguntungkan mereka, bukan revisi untuk memperkuat lembaga DPR, MPR, DPD," kata Lucius, Minggu (11/2/2018).