Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bawaslu RI, KPU RI, KPI Pusat, dan Dewan Pers telah membentuk Gugus Tugas Pengawasan dan Pemantauan Pemberitaan Penyiaran dan Iklan Kampanye di Pemilihan Umum 2019.
Untuk memahami kerja Gugus Tugas itu, Bawaslu RI menggelar sosialisasi Pengaturan Kampanye Pemilu 2019 berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.
Sosialisasi dihadiri sebanyak 11 parpol peserta pemilu 2019 kecuali, PAN, Partai Perindo, dan PDI Perjuangan.
Acara digelar di Hotel Saripan Pasific, Jakarta Pusat, Senin (26/2/2018).
Baca: Istri Setya Novanto Bantah Hubungi Elza Syarief Terkait e-KTP
"Kami berharap parpol peserta pemilu tak menganggap keputusan gugus tugas sebagai pembatasan," tutur Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, Senin (26/2/2018).
Sejauh ini, sebanyak 14 parpol akan berpartisipasi di Pemilu 2019.
Namun, kata dia, dari 14 parpol itu tak semua parpol mempunyai akses yang sama menggunakan frekuensi publik melalui lembaga penyiaran.
Baca: Kasus Suap Ketua Panwaslu dan Komisioner KPU Garut Bisa Rusak Institusi Penyelenggara Pemilu
Untuk itu, dia menilai, perlu pengaturan agar terjadi penyeragaman.
"Tidak semua parpol bisa. Semangat undang-undang pemilu menyelenggarakan pemilu sebagai sebuah kompetisi berkeadilan," kata dia.
Baca: Jokowi Ajak Anies Naik Mobil Kepresidenan Cek Rute Dari Wisma Atlet ke Bandara Soekarno-Hatta
Sementara itu, Komisioner KPU Wahyu Setiawan, menambahkan pengaturan dilakukan supaya memenuhi prinsip keadilan dan kesetaraan bagi semua parpol.
"Tidak fair, parpol yang mempunyai afiliasi dengan media bisa beriklan setiap saat. Yang tidak punya afiliasi dengan media akan kesulitan akses. Ini perlu diatur," tambahnya.
Baca: 2 Jam Bahas Ekonomi Bersama Jokowi, Jusuf Kalla Hadir Terlambat di Pertemuan KAHMI
Sebelumnya, KPU RI menetapkan 23 September 2018 sebagai hari pertama kampanye di Pemilu 2019.
Sampai saat itu, penyelenggara pemilu memberikan kelonggaran kepada partai politik melakukan sosialisasi.
Untuk membahas itu, KPU sudah menggelar rapat dengan Bawaslu RI, Dewan Pers, dan Komisi Penyiaran Indonesia mempersiapkan tahapan Pemilu dan batasan-batasan apa yang diperbolehkan dan dilarang.
Sosialisasi diberikan sebagai bentuk keleluasaan bagi parpol memberikan penyampaian informasi kepada masyarakat.
Parpol banyak protes karena masa jeda kampanye selama 7 bulan yang dimulai dari pengambilan nomor urut.
Selama kurun waktu 7 bulan sampai tanggal 23 September 2018, KPU bersama dengan sejumlah pihak terkait penyelenggaraan Pemilu mengantisipasi mengisi kekosongan tersebut.
Untuk mengisi kekosongan itu, KPU menetapkan sejumlah hal. Aturan pertama, iklan kampanye di lembaga penyiaran dilarang.
Hal ini karena iklan itu sudah diberi alokasi waktu selama 21 hari di tahapan kampanye.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum mengatur dua macam iklan kampanye, yaitu difasilitasi KPU dan iklan kampanye dibeli diiklankan calon.
Meskipun iklan diiklan oleh peserta, desain dan materi dikoreksi KPU. Ini dilakukan untuk menaati isi iklan tak bertentangan dengan aturan.
Aturan kedua, pemberitaan kampanye diperbolehkan.
KPU berkepentingan masyarakat mendapatkan informasi terkait peserta pemilu.
Apabila tak ada pemberitaan, KPU khawatir masyarakat tidak mendapatkan informasi yang cukup dari peserta pemilu.
Tetapi, pemberitaan tersebut harus berimbang. Jika tidak, Dewan Pers sebagai leading sektor dapat melakukan penindakan.
Selain mengatur penyiaran dan pemberitaan, aturan ketiga mengenai sosialisasi.
Parpol boleh melakukan sosialisasi nomor urut partai ke internal masing-masing.
Sosialisasi internal maksudnya menggelar pertemuan terbatas berbeda dengan pertemuan umum.
Apabila ada pertemuan di rapat-rapat tertutup, harus dilaporkan ke KPU dan Bawaslu setempat.
Untuk pemasangan bendera parpol dan nomor urut, KPU memberikan kesempatan memasang di kantor partai, di forum pertemuan terbatas, di tempat yang oleh kabupaten/kota diizinkan sesuai ketentuan yang berlaku.
Selain itu, pemasangan reklame atau spanduk itu diperbolehkan.
Pemerintah daerah mempunyai kewenangan mengatur masing-masing sesuai ketentuan peraturan di daerah.
Namun, berbentuk sosialisasi bukan kampanye.
Sebab kampanye disesuaikan berdasarkan jadwal.