TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah konstitusi (MK) menolak gugatan para advokat terhadap pasal 21 UU Tipikor.
"Amar putusan menolak permohonan pemohon secara seluruhnya," tegas Ketua MK, Arief Hidayat di Mahkamah Konstitusi, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (28/2/2018).
Pasal 21 UU Tipikor berbunyi:
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 dan paling banyak Rp 600.000.000,00.
Advokat Krisna Murti dan Khaeruddin menilai pasal tersebut tidak memiliki tolak ukur serta berpotensi mengkriminalisasi advokat.
Baca: Usai Diprotes, Bank Kembalikan Duit e-Toll dan Jasa Marga Minta Maaf
Pasal itu dianggap melanggar imunitas yang telah diatur dalam UU Advokat.
Namun, Majelis Hakim meninjau pasal 21 UU Tipikor sudah memberikan keterangan jelas siapa yang bisa dijadikan tersangka atau terdakwa, yaitu dengan frasa “dengan sengaja”.
"Tidak ada alasan untuk menyatakan bahwa norma yang tertuang dalam Pasal 21 UU PTPK tersebut tidak memuat tolok ukur
yang jelas sebab telah melekat dalam pengertian “kesengajaan” tersebut," jelas anggota Majelis Hakim I Dewa Gede Palguna.
Terkait hak imunitas advokat, MK menerangkan Pasal 16 UU Advokat justru mendukung isi dari Pasal 21 UU Tipikor bahwa hak imunitas akan gugur unsur "itikad baik" para advokat tidak terpenuhi.
"Tolak ukur sudah sangat jelas yaitu adanya unsur kesengajaan (dalam Pasal 21 UU PTPK), sehingga andaipun dihubungkan dengan keberadaan hak imunitas Advokat, Pasal 16 UU Advokat pun telah jelas memberikan tolok ukur bahwa hak imunitas hilang ketika tidak ada itikad baik," tegas I Dewa Gede Palguna.