TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol Fadil Imran mengatakan kelompok Muslim Cyber Army sangat berbeda dengan kelompok Saracen.
Perbedaan itu, terletak pada tidak adanya struktur organisasi di grup penyebar isu-isu provokatif ini.
"Secara jenis pekerjaan ada pembagiannya, tapi tidak terstruktur," ujar Fadil di Bareskrim Polri, Cideng, Jakarta Pusat, Rabu (28/2/2018).
Dua kelompok ini sengaja menyebar konten hoaks dan provokasi di media sosial.
Baca: Muslim Cyber Army Ternyata Terdiri dari Beberapa Grup, Ini Spesifikasi dan Nama Grup Tersebut
Memang, kata Fadil, kelompok ini terbagi atas beberapa kelompok besar dan inti, serta memiliki pembagian pekerjaan sesuai kelompok.
Namun, struktur organisasinya tak serupa dengan kelompok Saracen.
Di sisi lain, kelompok ini benar-benar memanfaatkan media sosial untuk berkomunikasi.
Ia mengungkap banyaknya aplikasi yang digunakan oleh kelompok ini.
"Mereka saling berhubungan di medsos menggunakan perangkat khusus yaitu aplikasi Zello, yang menyerupai walky talky," imbuhnya.
Selain itu, mereka juga menggunakan grup tertutup di aplikasi Telegram, Facebook, Twitter dan Instagram untuk menyebarkan konten-konten yang memprovokasi.
Fadil mengatakan, di media sosial ditemukan banyak akun atas nama Muslim Cyber Army.
Namun, polisi tidak akan menutup akun-akun tersebut untuk melihat pergerakannya.
"Kalau kita menutup kan berdasarkan tindak pidananya saja. Saya lihat, kalau nggak berganti nama, banyak yang keluar dari grup," pungkasnya.