Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba’asyir hari ini menjalani pemeriksaan kesehatan di Gedung Kencana Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) di Jakarta Pusat, Kamis (1/3/2018).
Kuasa hukumnya, Guntur Fattahillah mengatakan Abu Bakar Ba’asyir menjalani pemeriksaan kesehatan terkait penyakit yang menyerang pembuluh darah vena yang menyebab kakinya membengkak.
“Ini pemeriksaan keempat, terakhir beliau menjalani cek kesehatan pada Oktober 2017 lalu. Seharusnya pemeriksaan keempat pada November 2017 tapi tertunda menjadi Januari 2018 dan baru terealisasi sekarang,” jelasnya kepada awak media.
Guntur juga menjelaskan bahwa ada perbedaan antara kondisi kaki Abu Bakar Ba’asyir dibandingkan pemeriksaan terakhir pada Oktober 2017.
“Kalau dilihat terakhir bulan Oktober 2017 memang bengkak ya, sekarang masih bengkak tapi menghitam. Kalau Oktober kemarin tidak hitam,” ungkap Guntur.
Melihat kondisi kesehatannya yang seperti itu, Guntur meminta pemerintah termasuk untuk tidak mempersulit izin Abu Bakar Ba’asyir dalam menjalani cek kesehatan.
Baca: Prabowo Subianto Bakal Turun Gunung di Pilkada Jabar
Apalagi di usianya yang semakin menua saat ini.
“Hasil pemeriksaan dokter lembaga permasyarakatan (lapas) dan dokter dari Mer-C mengindikasikan beliau memiliki penyakit jantung, sejak tahun lalu kami bersurat kepada Ditjen Pemasyarakatan (PAS) Kemenkumham serta Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) agar beliau dirawat intensif.”
“Kami hanya meminta agar tidak dipersulit perizinannya agar beliau bisa mendapat perawatan rutin, kasihan beliau kan sudah berumur 80 tahun. Bila ada apa-apa apakah instansi yang bersangkutan mau bertanggung jawab,” pungkasnya.
Abu Bakar Ba’asyir sendiri diperkenankan pulang sekitar pukul 17.00 WIB setelah menjalani pemeriksaan sejak pukul 10.30.
Pada tahun 2004 Abu Bakar Ba’asyir divonis 2,5 tahun oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena terbukti terlibat dalam peristiwa pemboman Hotel JW Marriott Jakarta.
Kemudian tahun 2010 ia kembali divonis 15 tahun penjara oleh PN Jaksel karena terbukti ikut merencanakan dan menjadi penyandang dana pelatihan kelompok bersenjata di Pegunungan Jantho, Aceh.